Cast:
Sungjong, L Kim, Sungyeol, Hoya
Genre:
Lollicon, GS, romance
Length:
oneshoot (about 2000-3000 words)
A/N: Inspired
by Yabuuchi Yuu’s “Sakura’s Sensation” dan, jujur aja… Author ngerjain nih ff
pake hape pas lagi ujian -_- untung kaga ketauan pengawasnya .-. tapi akhirnya
ff ini selesai dengan selamat sentosa menghantarkan kambek ff yang sempet
tertunda gegara nggak boleh bawa laptop dulu ke sekolah (padahal sarana upload
[baca: WiFi] cuma ada di sekolah T.T) /?/ sebenernya rencana kambek spesial
semula yaoi. Tapi karna waktu yang mepet dan udah ngebet ngirim, ini aja, oke?
(yaoi-nya masih diedit -___-') jadi, akhir kata, HAPPY READING!
***
-Sungjong’s POV-
“Yah~masa
begini saja kau tidak bisa sih, Jongie?” Hoya mengomel saat mengoreksi
pekerjaan fisikaku. Pekerjaan yang tadinya bersih dan rapi kini ternodai
coretan pensil Hoya.
“Aku
benar-benar bingung. Sudahlah~lebih baik Kim Songsaengnim yang mencoret-coret
pekerjaanku,” jawabku malas. Aku memang tak begitu pandai soal fisika, kalau
dibandingkan dengan Hoya. Tapi aku merasakan 10 persen peningkatan saat Kim
Myungsoo Songsaengnim mengajar.
“Jadi, untuk
mengukur arus listrik dengan benar, kalian harus memasang alat-alatnya
sedemikian rupa, lalu...” begitulah cara seorang Kim Songsaengnim menjelaskan.
Ia menggunakan alat-alatnya, video, dan berbagai media ajar lain saat di kelas.
Guru muda itu benar-benar kreatif. Dia tau bagaimana menghidupkan suasana
kelas, membuat kelas yang membosankan jadi menyenangkan, dan... Membuat
muridnya terpesona.
Yah. Aku
memang terpesona pada Kim Songsaengnim. Tapi bukannya membaik, nilai pelajaran
fisikaku menjadi meledak jauh di bawah. Kalau sudah begitu, kakakku Lee
Sungyeol akan mengomel panjang lebar. “Kau ini bagaimana sih? Katanya terpesona
dengan gurumu. Harusnya itu menjadi motivasi agar ia lebih memperhatikanmu,
bukannya malah menganggapmu bodoh! Heuh~sudahlah. Mulai besok Sabtu, kau akan
mendapat pelajaran privat tambahan! Temanku menyanggupi hal itu.”
“Tapi Oppa...”
aku mencoba membantah.
“Tidak ada
tapi! Aku muak melihat nilaimu jelek!”
Aku tau,
kakakku ingin yang terbaik bagiku. Kakakku sudah bekerja sebagai asisten
manager keuangan, dan bayarannya cukup tinggi. Makanya ia bersedia memanggilkan
guru privat.
Hari Sabtu
tiba. Aku yang biasanya bermalas-malasan kini harus sudah siap pukul 10 untuk
belajar privat. Tak perlu menunggu lama, guru privatku datang.
Betapa aku
terkejut ketika kakakku menyambut guru privatku.
.
.
.
.
.
Kim Myungsoo
Songsaengnim.
.
“Kak...” aku
menatap kakakku ragu-ragu.
-Myungsoo’s POV-
Sungyeol
memintaku untuk mengajar adiknya sebagai guru privat mulai Sabtu ini. Aku
menyanggupi, dan betapa terkejut saat tau bahwa adik temanku itu adalah muridku
yang, ehm, pas-pasan di kelas.
“Oh, jadi
kau... Wah kebetulan sekali~” aku berusaha bersikap normal, menyembunyikan
perasaanku.
“Kalian
sudah saling kenal rupanya?” ia heran.
“Dia
muridku. Kalau di kelas lumayan aktif, lho...” kulirik sekilas wajahnya yang
memerah. “Tapi, yah~seperti katamu tadi! But, overall, she may has talent in
Physics. I’ll try to wake her up.”
“OK, then.
Lee Sungjong, selamat menikmati kelas privat pertamamu!” ujarnya sambil
mengacak-acak rambut adiknya. Aku tersenyum.
-Author’s POV-
Sungjong
mengijinkan Kim Songsaengnim masuk ke kamarnya. Pelajaran privat ini jauh dari
sangkaan Sungjong. Dia sering diminta mengambilkan barang-barang di rumah untuk
percobaan sederhana.
Suatu hari
menjelang ujian akhir...
-Sungjong’s POV-
“Songsaengnim,
apa kau akan menjaga ujian di sekolah?” tanyaku penuh rasa ingin tau.
Perasaanku
tak keruan. Pertama, aku ingin Kim Songsaengnim menjaga ruanganku sebagai
penyemangat. Tapi, di sisi lain, aku takut tidak fokus karena memandangi Kim
Songsaengnim.
“Tidak...
Aku masih menyelesaikan kuliah S2. Besok aku juga ujian...” jawabnya, sedikit
mengagetkanku. “Mian, tapi aku tak bisa memantaumu...”
Ah, aku
memang tak terlalu berharap Songsaengnim memantau ujianku., batinku. “Gwenchanha...
Kalau begitu, bagaimana jika nilaiku sebagai kejutan untuk Songsaengnim?”
Ia berpikir
sejenak. “Hmm, boleh, boleh... Kau mau hadiah apa?”
“Apapun yang
Songsaengnim berikan, aku terima!” jawabku mantap. “Eumm, Songsaengnim, aku
sudah lama ingin mengatakannya, tapi... Entahlah, aku tidak yakin...”
“Apa itu?”
“Aku...
Menyukai Kim Myungsoo Songsaengnim...” sedetik setelahnya, sesuatu menyentuh
bibirku dengan lembut.
.
.
.
.
.
Kim Myungsoo
Songsaengnim menciumku.
.
.
Yang bisa
kulakukan hanya membalasnya. Guru muda itu semakin mempererat tautan bibir
kami. Sesekali melumat bibirku. Dengan lihai, ia membuka mulutku dan mengajak
lidahku menari dengan lidahnya serta mengabsen gigiku satu per satu dan
bertukar saliva. Cukup lama kami berciuman sampai akhirnya ia melepas tautan
bibir kami.
“Songsaengnim...
Lollicon?”
“Katakanlah
begitu. Tapi menurutku, interval 10 tahun tidak akan jadi masalah untuk kakakmu!”
Begitu juga menurutku., batinku senang. “Nah, pelajaran hari ini cukup sampai
sini. Belajarlah sungguh-sungguh untuk ujian besok. Semoga sukses, Chagi!”
Kim
Songsaengnim... Memanggilku ‘Chagi’? Aku tidak percaya. Saking sulitnya
percaya, aku tidak dapat bicara. Aku hanya melambaikan tangan ke arah guru
jenius itu.
-Myungsoo’s POV-
Hari yang
membahagiakan. Ia mengatakannya duluan, dan aku benar-benar tidak menyangka!
Ciuman tadi...
Bibirnya manis, semanis wajahnya! Ah... Sebaiknya apa yang harus kusiapkan
sebagai hadiahnya ya?
Drrrt...
Drrrt... Drrrrrrtt...
Ponselku
bergetar. Oh, Lee Sungyeol. “Yeobose...”
“Nah~untung kau langsung menjawab!”
“Memangnya
ada apa?”
“Hari Kamis kau selesai ujian kan?”
“Geurae,
lalu...?”
“Apa kau bisa menemani Sungjong hari
Jumat malam?”
“Bisa, bisa...
Kau mau ke mana?”
“Menengok kantor baruku di Jepang.
Hari Selasa aku baru pulang.”
“Oh, kalau
begitu, sekalian saja aku menemaninya sampai kau pulang!”
“Neo gwenchanha?”
“Jinjjaga
gwenchanha!”
“Yah~baiklah kalau itu maumu.
Kuncinya ada pada ahjumma pemilik kebun depan rumah. Oke, sampai ketemu!”
“OK.” Aku
menutup telepon tergesa-gesa. Aku sudah memikirkannya!!
#skip
Hari Jumat
pagi. Aaah~senang dan tenang. Hari ini ujianku sudah selesai. Tinggal menunggu
Pak Pos mengirimkan hasilnya. Sambil menunggu, aku menyiapkan apa-apanya untuk
nanti malam. Aku memberi buku Pride And Prejudice untuk hadiahnya. Hihihii...
Aku merencanakan akan datang pukul 10 malam.
-Sungjong’s POV-
Ah... Hari
ini kakakku ke Jepang. Aku sendirian. Menyebalkan. Padahal ujian baru saja
selesai.
Akhirnya,
pukul 9 aku memutuskan untuk tidur.
Paginya, aku
bangun seperti biasa saat belajar privat dengan Kim Songsaengnim. Tapi yang
berbeda adalah: menu sarapan yang beraneka ragam.
Aku
berkeliling rumah, mencari tahu siapa yang memasak. Tapi hasilnya nihil. Aku
menyerah dan berniat menggosok gigi. Aku terkejut saat pintu kamar mandi dibuka
dari dalam. Kim Songsaengnim!
“Oh, kau
sudah bangun... Cepat gosok gigimu, lalu kita sarapan!” chu~sebuah kecupan
mendarat di bibirku. Aku yakin, pasti wajahku memerah!
Tanpa
ba-bi-bu, aku segera menggosok gigi, kemudian sarapan dengam Kim Songsaengnim.
Hari ini kami tidak belajar. Aku menghabiskan waktu dengannya untuk
berjalan-jalan. Pukul 1 siang, Pak Pos datang mengantarkan hasil ujianku. “Songsaengnim!!”
aku menghambur ke dalam rumah sambil melambai-lambaikan kertas itu.
Angka 9 yang
mendominasi membuat kami tersenyum. “Aku punya hadiah untukmu.” Kim
Songsaengnim mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih. Aku membukanya. Di
dalamnya ada... PRIDE AND PREJUDICE!
Melihat
wajahku yang terkejut, Kim Songsaengnim jadi khawatir. Tapi kemudian aku
tersenyum, lalu lari ke kamar untuk menyimpannya. Pride And Prejudice adalah
buku yang paling kuimpikan dari dulu. “Kamsahaeyo, Songsaengnim!”
“Jangan
panggil seperti itu. Itu tidak berlaku di luar sekolah. Panggil aku Oppa.”
“Kamsa,
Myungsoo Oppa!” aku merasa aneh saat memanggilnya begitu untuk kali pertama.
Jadi, malam
itu aku menghabiskan waktu untuk menonton film dengan Myungsoo Oppa. Di akhir
film, ia menciumku seperti minggu lalu. Ia benar-benar hobi mengabsen gigiku
dan melumat bibirku dalam-dalam.
“Hm,
Sungjong-a,” panggilnya saat kami sudah melepas tautan bibir kami. Ini pertama
kalinya ia memanggilku Sungjong-a.
“Ne?”
“Aku akan
mengajarimu hal lain setelah ini.”
“Maksud
Songsaeng... Eh, maksud Oppa?”
“Aku akan
mengajarimu percintaan orang yang lebih dewasa.”
Kepalaku
panas dingin penuh kebahagiaan. Tanpa ragu, aku mencium Myungsoo Oppa.
-Myungsoo’s POV-
Ia
menciumku. Ciuman anak sekolah yang lembut dan polos. Aku menyukainya. Aku
mencintainya. Aku akan menjaganya. Selamanya...
#skip
“Songsaengnim,
igeoseun jangnananya?” tanyanya saat berkunjung ke kantorku. Yeoja itu akan
memasuki tahun terakhir. Sekarang ia sudah lebih dewasa.
“Geuge...”
aku menjawabnya. Ini tahun terakhirnya di SMU. Tapi sayangnya, tahun terakhirku
mengajar sudah lewat. Dan ia mengetahuinya, saat tak sengaja menemukan surat
dan bukti beasiswa di mejaku.
“Songsaengnim...
Akan ke Prancis, sungguh?” tanya gadis itu lagi. Aku yakin, ia sulit percaya.
“Iya, Chagi...”
“Ya~Songsaengnim
bilang aku harus ingat tempatku berada setiap waktu!” protesnya. Aku melihat
gurat wajah kesalnya dan tersenyum.
“Ya itu
karna kau tidak mau percaya!” ujarku sambil mencubit pipinya. “Aku benar-benar
akan kuliah di Sorbonne 4 tahun. Tapi berharaplah aku segera pulang!”
“Ah~benar
juga. Yah, semoga kuliah Songsaengnim lancar. Aku harap aku tidak perlu
menunggu sampai 4 tahun!”
“Ne.
Saranghae, Lee Sungjong.”
“Nado
saranghae, Myungsoo Oppa...” aku mengecup bibirnya sekilas. Aku tak peduli
lagi, bahwa sekarang kami masih di kantor.
Maafkan aku,
Lee Sungjong... Tapi aku akan kembali... Demi dirimu, hanya untukmu, satu yang
kucinta, Lee Sungjong...
***
Tiga tahun
sudah berlalu. Aku, Kim Myungsoo, sekarang sedang berdiri di depan papan nilai.
Aku mebandingkan nilaiku dengan teman-temanku.
Melihat
nilai-nilaiku yang tak jauh dari mereka anak-anak Prancis, aku rasa memang
sekaranglah saatnya. Lee Sungjong, aku akan kembali. Lihatlah nanti, Chagi...
30 Agustus
2017.
Pesawatku
mendarat dengan mulus di Incheon. Aku sampai rumah langsung tidur karena
jetlag. Begitu bangun, aku ingat tak lama lagi ulangtahun Sungjong. Tepat saat
itu ponselku berbunyi.
“Yeobose...”
jawabku.
“Aha~Myungsoo-ya, oreumaniya! Kau
bisa ke rumahku besok tanggal 3 September?” ternyata Sungyeol yang menelpon.
“Ah...
Memang kenapa?”
“Aku pindah tugas ke Jepang. Jadi
manager keuangan.”
“Waaah~chukkahae,
Lee Sungyeol!!”
“Ahaha, trims... Jadi, apa kau bisa?”
“Memang
kapan kau berangkat?”
“Tanggal 5 September besok!”
“Aigoo...
Itu kan masih lama!”
“Ah, biar saja! Aku mau ada pesta
perpisahan.”
“Ajak saja Sungjong.
Malamnya aku akan ke rumahmu.”
“Kau inii~”
“Ya... Aku
ingin melamar Sungjong.”
“Wah, ya... Itu akan jadi kejutan
hebat!”
“Aku baru
merencanakannya. Kau boleh ikut, tapi jangan bilang Sungjong, ne...?”
“Ahahaha, itu sih urusan kecil!”
“OK. Aku rasa
kita terlalu banyak bicara tanpa benar-benar melepas rindu...”
“Kekeke... Yang penting aku sudah
menelponmu lebih dulu! OK-lah. Aku lelah. Aku tutup ya?
Bye~”
“OK, bye~”
-Sungjong’s POV-
Hari ini
ulangtahunku. Tapi rasanya tidak seperti tahun-tahun lalu. Kim Myungsoo
Songsaengnim (aku tau dia mungkin marah soal panggilan Songsaengnim yang
kusukai ini) bahkan tidak pernah lagi mengucapkan selamat. Pertama dan terakhir
kalinya adalah saat musim gugur pertamanya di Prancis tiga tahun lalu. Hanya
itu.
Aaaah! Aku
benar-benar kesal! Ditambah lagi, kakakku Lee Sungyeol yang malah mengajakku ke
pesta perpisahannya malam ini. Huh. Aku kan sudah besar. “Ayolah, Sungjong...
Aku ingin kita bisa menghabiskan waktu berdua~aku kan sudah akan pindah ke
Jepang. Masa kau ingin melepas kakakmu tanpa sesuatu yang berarti?”
Mendengar
kata-kata terakhirnya, hatiku jadi luluh. “Baiklah, aku ikut Oppa...”
Malamnya,
saat sedang makan dengan Sungyeol, ponselku berbunyi. Hoya, si tukang ngomel,
menelpon. “Yeobose...”
“Sungjong-a, Kim Songsaengnim...” suaranya terdengar ketakutan. Aku
mulai khawatir.
“Mwohae?
Geuneun mwohae?”
“Dia kecelakaan... Cepat ke RS,
Sungjong-a...” ia
terisak pelan.
“Di mana?”
“Seoul International Hospital, kamar
St Stephen nomor 308. Cepatlah Sungjong-a...” ia terisak lagi, kemudian menutup telepon.
Aku terdiam.
Sambungan sudah diputus dari seberang. Aku tak tau lagi harus apa. Akhirnya,
aku hanya menuruti langkah kakiku ke luar auditorium, meninggalkan makan
malamku dan Sungyeol.
Aku berlari
ke perhentian subway di dekat perusahaan Sungyeol. Kebetulan subway pertama
yang datang searah dengan tujuanku sekarang.
Sekitar 10
menit, aku sudah sampai di depan pintu kamar yang dimaksud. Aku tidak melihat
Hoya di manapun. Ah, mungkin sedang mencari udara segar., batinku menenangkan
diri sendiri.
Aku
mengintip dari jendela, melihat keadaan eks guru SMU-ku tersebut. Air mataku
meleleh saat melihat tubuhnya yang putih itu tergolek lemas di atas tempat
tidur, dengan kepala dibalut perban. Seorang uisa akan keluar, dan aku kembali
ke posisi sopan. “Jeosonghamnida, uisanim. Bagaimana keadaan Kim Myungsoo-sshi?”
“Mianhamnida,
tapi Anda siapa?”
“Saya...
Pacar Kim Myungsoo-sshi.”
“Ah, begitu.
Sekali lagi, mianhmnida. Kim Myungsoo-sshi mengalami cedera parah di kepala. Ia
mengalami pendarahan hebat. Aku tidak yakin nyawanya dapat terselamatkan.”
“Ah, ageseumnida.
Apakah saya boleh masuk, uisanim?”
“Ne, tapi
usahakan kau tidak membuatnya terbangun. Dia butuh istirahat.”
Aku
mengangguk paham. “Kamsahamnida, uisanim.” ujarku yang dibalas anggukan oleh
dokter itu. “Saya permisi dulu.”
Setelah
dokter itu mohon diri, aku segera masuk ke kamar inapnya. Pemandangan yang sama
seperti di jendela. Hanya saja, lebih jelas. “Songsaengnim... Maafkan aku, aku
sering merepotkanmu, aku terlalu posesif, aku tidak pernah memperhatikanmu
sebagaimana kau memperhatikanku. Aku... Aku...” air mataku kembali menetes.
Mengenai pipinya yang putih itu. “Songsaengnim... Saranghanda.” Kukecup
bibirnya lembut.
Perlahan,
kedua mata namja 31 tahun ini terbuka. Aku yang melihatnya langsung tersenyum
sendu. “Sungjong... Saengil chukkahaeyo. Aku rasa... Aku tidak dapat bertahan
lebih lama lagi...”
“Chajima,
Oppa...”
“W-will you...
Marry me?” Aku terdiam. Antara ya dan tidak. Namja di depanku ini tersenyum
sedikit dipaksakan. “It’s alright. I can...”
Akhirnya
mulutku terbuka. “Yes I will, Oppa.” aku menciumnya sekali lagi.
Sraak!
*anggep aja suara confetti*
Confetti
berjatuhan dari atas kerai. Kemudian, Hoya muncul, disertai uisa tadi yang
ternyata adalah kakak Myungsoo Oppa sendiri. Sungyeol juga masuk ke kamar
Myungsoo Oppa. “Chukkahaeyo, Lee Sungjong!”
Begitu
ucapan mereka. Kemudian Hoya mengambil kamera di sudut kerai. “Ini akan jadi
moment yang indah untuk kalian!”
“Jadi ini
akal-akalan kalian?” protesku. Aku benar-benar kaget saat menyadarinya.
Hoya menutup
handycam-nya. “Kim Songsaengnim yang memintanya. Aku senang kau terkejut.”
“Jadi... Kau
juga tau? Lalu isakan tadi maksudnya apa?!”
“Jangnanman!
Aku tidak benar-benar menangis. Aku tertawa mendengar reaksimu. Sungyeol
mengirim email tentang kau.”
“Oppa! Kau
juga tau?”
“Ini semua
ide Kim Myungsoo. Aku sebagai dokter sekaligus kakaknya dimintai tolong juga.”
sekarang gantian Dokter Kim berargumen. Semua memihak Kim Myungsoo Oppa.
“Aaaah~kalian
ini!” rajukku kesal. Tapi sedetik kemudian, tawa kami meledak. “Aku tidak akan
melupakan moment ini seumur hidupku, Songsaeng... Eh, Oppa...”
Namja dewasa
itu melepas perban di kepalanya dan memakai bajunya.
“Aku juga
akan selalu mengingat moment ini...” chu~ia mengecup bibirku sekilas.
-Myungsoo’s POV-
Aku sudah
selesai dengan kejutan ini. Sekarang aku sedang atap mobil dengan Sungjong. “Chagi...
Bagaimana kuliahmu?”
“Very well...
Aku sekarang sudah lulus bekerja sebagai pengajar bebas.”
“Jinjjaro?
Waaa~chukkahae! Kau mengajar apa, Darling?”
“Fisika dan
Kimia... Aku mengajar anak-anak dengan caramu saat menyandang status sebagai
Kim Songsaengnim.”
“Ah, geunde...”
aku tersenyum bangga padanya dan pada diriku. Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. “Ehm,
aku ingin... Kita membangun bahtera keluarga yang harmonis...”
Ia menatapku
dalam-dalam. “Sebenarnya, aku juga ingin membawa hubungan kita ke jenjang kasih
kekal...”
“Tapi...
Apakah tahun ini kau siap...?” aku ragu-ragu. “Aku... Entahlah...”
Ia semakin
lekat menatapku. Akhirnya, ia memelukku. “Aku siap. Jeongmal kamsahaeyo, Oppa.
Ini adalah ulangtahun terindah... Aku selalu mencintaimu.”
“Seperti aku
selalu mencintaimu.” kucium bibirnya dan kulumat dalam-dalam.
#skip
-Author’s POV-
28 Desember
2017
“Saya, Kim
Myungsoo, bersedia menerima Lee Sungjong sebagai istri saya, setia untuk hidup
bersama saat senang maupun susah, saat suka maupun duka, dan membangun bahtera
keluarga dalam kasih kekal sampai maut memisahkan kami.”
“Saya, Lee
Sungjong, bersedia menerima Kim Myungsoo sebagai suami saya, setia untuk hidup
bersama saat senang maupun susah, saat suka maupun duka, dan membangun bahtera
keluarga dalam kasih kekal sampai maut memisahkan kami.”
Akhirnya, di
depan pastur mereka mengikat janji suci. Dan lima tahun yang akan datang…
“Appa! Junsoo
dapat tiga bintang~” seorang anak laki-laki berumur empat tahun berlari ke luar
rumah, menyambut sang ayah yang bekerja sebagai guru SMP. Tuan Kim Myungsoo
tersenyum senang melihat anaknya itu.
“Appa~”
bocah bernama Kim Junsoo itu disusul ibunya serta adiknya, Kim Junni yang masih
berumur dua tahun. Ia melambaikan sebuah kertas bergambar beruang teddy.
“Yeobo,
bogo-itnayo? Mereka benar-benar pandai, sepertimu…” ujar Nyonya Kim Sungjong.
“Itu juga
karenamu, Yeobo… tanpa kerja kerasmu, mungkin mereka tak akan seperti ini…”
balas Tuan Kim pada istrinya.
Ya, Kim
Myungsoo yang dulunya berprofesi sebagai guru SMU, kini memilih menjadi guru
SMP. Dan (eks)muridnya Lee Sungjong kini sudah menjadi Nyonya Kim Sungjong.
Mereka dikaruniai dua orang anak, Kim Junsoo dan Kim Junni.
*** FIN ***
Gimana? Aneh
ya? Apa ada yang kurang? Ato endingnya nggak sesuai ekspektasi? Ato ada yang
berharap adegan ‘itu’ kah? Eh, nggak, becanda. Tapi menurut Author sendiri,
ceritanya, hmm… lumayan sih. Tapi karena males editting mungkin jadi agak aneh,
kali ya? Hm, bentar, Author mau kasih pertanyaan. Hoya di sini apakah kena GS juga (dan jadi cewek) ato tetep cowok?
Hihihi… okelah rasanya cukup sekian, thank you very much and don’t forget to respect me!

No comments:
Post a Comment