Thursday, 23 October 2014

Kim Songsaengnim... [Warning : GenderSwitch!]



Cast: Sungjong, L Kim, Sungyeol, Hoya
Genre: Lollicon, GS, romance
Length: oneshoot (about 2000-3000 words)
A/N: Inspired by Yabuuchi Yuu’s “Sakura’s Sensation” dan, jujur aja… Author ngerjain nih ff pake hape pas lagi ujian -_- untung kaga ketauan pengawasnya .-. tapi akhirnya ff ini selesai dengan selamat sentosa menghantarkan kambek ff yang sempet tertunda gegara nggak boleh bawa laptop dulu ke sekolah (padahal sarana upload [baca: WiFi] cuma ada di sekolah T.T) /?/ sebenernya rencana kambek spesial semula yaoi. Tapi karna waktu yang mepet dan udah ngebet ngirim, ini aja, oke? (yaoi-nya masih diedit -___-') jadi, akhir kata, HAPPY READING!
***
-Sungjong’s POV-
“Yah~masa begini saja kau tidak bisa sih, Jongie?” Hoya mengomel saat mengoreksi pekerjaan fisikaku. Pekerjaan yang tadinya bersih dan rapi kini ternodai coretan pensil Hoya.
“Aku benar-benar bingung. Sudahlah~lebih baik Kim Songsaengnim yang mencoret-coret pekerjaanku,” jawabku malas. Aku memang tak begitu pandai soal fisika, kalau dibandingkan dengan Hoya. Tapi aku merasakan 10 persen peningkatan saat Kim Myungsoo Songsaengnim mengajar.
“Jadi, untuk mengukur arus listrik dengan benar, kalian harus memasang alat-alatnya sedemikian rupa, lalu...” begitulah cara seorang Kim Songsaengnim menjelaskan. Ia menggunakan alat-alatnya, video, dan berbagai media ajar lain saat di kelas. Guru muda itu benar-benar kreatif. Dia tau bagaimana menghidupkan suasana kelas, membuat kelas yang membosankan jadi menyenangkan, dan... Membuat muridnya terpesona.
Yah. Aku memang terpesona pada Kim Songsaengnim. Tapi bukannya membaik, nilai pelajaran fisikaku menjadi meledak jauh di bawah. Kalau sudah begitu, kakakku Lee Sungyeol akan mengomel panjang lebar. “Kau ini bagaimana sih? Katanya terpesona dengan gurumu. Harusnya itu menjadi motivasi agar ia lebih memperhatikanmu, bukannya malah menganggapmu bodoh! Heuh~sudahlah. Mulai besok Sabtu, kau akan mendapat pelajaran privat tambahan! Temanku menyanggupi hal itu.”
“Tapi Oppa...” aku mencoba membantah.
“Tidak ada tapi! Aku muak melihat nilaimu jelek!”
Aku tau, kakakku ingin yang terbaik bagiku. Kakakku sudah bekerja sebagai asisten manager keuangan, dan bayarannya cukup tinggi. Makanya ia bersedia memanggilkan guru privat.
Hari Sabtu tiba. Aku yang biasanya bermalas-malasan kini harus sudah siap pukul 10 untuk belajar privat. Tak perlu menunggu lama, guru privatku datang.
Betapa aku terkejut ketika kakakku menyambut guru privatku.
.
.
.
.
.
Kim Myungsoo Songsaengnim.
.
“Kak...” aku menatap kakakku ragu-ragu.
-Myungsoo’s POV-
Sungyeol memintaku untuk mengajar adiknya sebagai guru privat mulai Sabtu ini. Aku menyanggupi, dan betapa terkejut saat tau bahwa adik temanku itu adalah muridku yang, ehm, pas-pasan di kelas.
“Oh, jadi kau... Wah kebetulan sekali~” aku berusaha bersikap normal, menyembunyikan perasaanku.
“Kalian sudah saling kenal rupanya?” ia heran.
“Dia muridku. Kalau di kelas lumayan aktif, lho...” kulirik sekilas wajahnya yang memerah. “Tapi, yah~seperti katamu tadi! But, overall, she may has talent in Physics. I’ll try to wake her up.”
“OK, then. Lee Sungjong, selamat menikmati kelas privat pertamamu!” ujarnya sambil mengacak-acak rambut adiknya. Aku tersenyum.
-Author’s POV-
Sungjong mengijinkan Kim Songsaengnim masuk ke kamarnya. Pelajaran privat ini jauh dari sangkaan Sungjong. Dia sering diminta mengambilkan barang-barang di rumah untuk percobaan sederhana.
Suatu hari menjelang ujian akhir...
-Sungjong’s POV-
“Songsaengnim, apa kau akan menjaga ujian di sekolah?” tanyaku penuh rasa ingin tau.
Perasaanku tak keruan. Pertama, aku ingin Kim Songsaengnim menjaga ruanganku sebagai penyemangat. Tapi, di sisi lain, aku takut tidak fokus karena memandangi Kim Songsaengnim.
“Tidak... Aku masih menyelesaikan kuliah S2. Besok aku juga ujian...” jawabnya, sedikit mengagetkanku. “Mian, tapi aku tak bisa memantaumu...”
Ah, aku memang tak terlalu berharap Songsaengnim memantau ujianku., batinku. “Gwenchanha... Kalau begitu, bagaimana jika nilaiku sebagai kejutan untuk Songsaengnim?”
Ia berpikir sejenak. “Hmm, boleh, boleh... Kau mau hadiah apa?”
“Apapun yang Songsaengnim berikan, aku terima!” jawabku mantap. “Eumm, Songsaengnim, aku sudah lama ingin mengatakannya, tapi... Entahlah, aku tidak yakin...”
“Apa itu?”
“Aku... Menyukai Kim Myungsoo Songsaengnim...” sedetik setelahnya, sesuatu menyentuh bibirku dengan lembut.
.
.
.
.
.
Kim Myungsoo Songsaengnim menciumku.
.
.
Yang bisa kulakukan hanya membalasnya. Guru muda itu semakin mempererat tautan bibir kami. Sesekali melumat bibirku. Dengan lihai, ia membuka mulutku dan mengajak lidahku menari dengan lidahnya serta mengabsen gigiku satu per satu dan bertukar saliva. Cukup lama kami berciuman sampai akhirnya ia melepas tautan bibir kami.
“Songsaengnim... Lollicon?”
“Katakanlah begitu. Tapi menurutku, interval 10 tahun tidak akan jadi masalah untuk kakakmu!” Begitu juga menurutku., batinku senang. “Nah, pelajaran hari ini cukup sampai sini. Belajarlah sungguh-sungguh untuk ujian besok. Semoga sukses, Chagi!”
Kim Songsaengnim... Memanggilku ‘Chagi’? Aku tidak percaya. Saking sulitnya percaya, aku tidak dapat bicara. Aku hanya melambaikan tangan ke arah guru jenius itu.
-Myungsoo’s POV-
Hari yang membahagiakan. Ia mengatakannya duluan, dan aku benar-benar tidak menyangka!
Ciuman tadi... Bibirnya manis, semanis wajahnya! Ah... Sebaiknya apa yang harus kusiapkan sebagai hadiahnya ya?
Drrrt... Drrrt... Drrrrrrtt...
Ponselku bergetar. Oh, Lee Sungyeol. “Yeobose...”
“Nah~untung kau langsung menjawab!”
“Memangnya ada apa?”
“Hari Kamis kau selesai ujian kan?”
“Geurae, lalu...?”
“Apa kau bisa menemani Sungjong hari Jumat malam?”
“Bisa, bisa... Kau mau ke mana?”
“Menengok kantor baruku di Jepang. Hari Selasa aku baru pulang.”
“Oh, kalau begitu, sekalian saja aku menemaninya sampai kau pulang!”
“Neo gwenchanha?”
“Jinjjaga gwenchanha!”
“Yah~baiklah kalau itu maumu. Kuncinya ada pada ahjumma pemilik kebun depan rumah. Oke, sampai ketemu!”
“OK.” Aku menutup telepon tergesa-gesa. Aku sudah memikirkannya!!
#skip
Hari Jumat pagi. Aaah~senang dan tenang. Hari ini ujianku sudah selesai. Tinggal menunggu Pak Pos mengirimkan hasilnya. Sambil menunggu, aku menyiapkan apa-apanya untuk nanti malam. Aku memberi buku Pride And Prejudice untuk hadiahnya. Hihihii... Aku merencanakan akan datang pukul 10 malam.
-Sungjong’s POV-
Ah... Hari ini kakakku ke Jepang. Aku sendirian. Menyebalkan. Padahal ujian baru saja selesai.
Akhirnya, pukul 9 aku memutuskan untuk tidur.
Paginya, aku bangun seperti biasa saat belajar privat dengan Kim Songsaengnim. Tapi yang berbeda adalah: menu sarapan yang beraneka ragam.
Aku berkeliling rumah, mencari tahu siapa yang memasak. Tapi hasilnya nihil. Aku menyerah dan berniat menggosok gigi. Aku terkejut saat pintu kamar mandi dibuka dari dalam. Kim Songsaengnim!
“Oh, kau sudah bangun... Cepat gosok gigimu, lalu kita sarapan!” chu~sebuah kecupan mendarat di bibirku. Aku yakin, pasti wajahku memerah!
Tanpa ba-bi-bu, aku segera menggosok gigi, kemudian sarapan dengam Kim Songsaengnim. Hari ini kami tidak belajar. Aku menghabiskan waktu dengannya untuk berjalan-jalan. Pukul 1 siang, Pak Pos datang mengantarkan hasil ujianku. “Songsaengnim!!” aku menghambur ke dalam rumah sambil melambai-lambaikan kertas itu.
Angka 9 yang mendominasi membuat kami tersenyum. “Aku punya hadiah untukmu.” Kim Songsaengnim mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih. Aku membukanya. Di dalamnya ada... PRIDE AND PREJUDICE!
Melihat wajahku yang terkejut, Kim Songsaengnim jadi khawatir. Tapi kemudian aku tersenyum, lalu lari ke kamar untuk menyimpannya. Pride And Prejudice adalah buku yang paling kuimpikan dari dulu. “Kamsahaeyo, Songsaengnim!”
“Jangan panggil seperti itu. Itu tidak berlaku di luar sekolah. Panggil aku Oppa.”
“Kamsa, Myungsoo Oppa!” aku merasa aneh saat memanggilnya begitu untuk kali pertama.
Jadi, malam itu aku menghabiskan waktu untuk menonton film dengan Myungsoo Oppa. Di akhir film, ia menciumku seperti minggu lalu. Ia benar-benar hobi mengabsen gigiku dan melumat bibirku dalam-dalam.
“Hm, Sungjong-a,” panggilnya saat kami sudah melepas tautan bibir kami. Ini pertama kalinya ia memanggilku Sungjong-a.
“Ne?”
“Aku akan mengajarimu hal lain setelah ini.”
“Maksud Songsaeng... Eh, maksud Oppa?”
“Aku akan mengajarimu percintaan orang yang lebih dewasa.”
Kepalaku panas dingin penuh kebahagiaan. Tanpa ragu, aku mencium Myungsoo Oppa.
-Myungsoo’s POV-
Ia menciumku. Ciuman anak sekolah yang lembut dan polos. Aku menyukainya. Aku mencintainya. Aku akan menjaganya. Selamanya...
#skip
“Songsaengnim, igeoseun jangnananya?” tanyanya saat berkunjung ke kantorku. Yeoja itu akan memasuki tahun terakhir. Sekarang ia sudah lebih dewasa.
“Geuge...” aku menjawabnya. Ini tahun terakhirnya di SMU. Tapi sayangnya, tahun terakhirku mengajar sudah lewat. Dan ia mengetahuinya, saat tak sengaja menemukan surat dan bukti beasiswa di mejaku.
“Songsaengnim... Akan ke Prancis, sungguh?” tanya gadis itu lagi. Aku yakin, ia sulit percaya.
“Iya, Chagi...”
“Ya~Songsaengnim bilang aku harus ingat tempatku berada setiap waktu!” protesnya. Aku melihat gurat wajah kesalnya dan tersenyum.
“Ya itu karna kau tidak mau percaya!” ujarku sambil mencubit pipinya. “Aku benar-benar akan kuliah di Sorbonne 4 tahun. Tapi berharaplah aku segera pulang!”
“Ah~benar juga. Yah, semoga kuliah Songsaengnim lancar. Aku harap aku tidak perlu menunggu sampai 4 tahun!”
“Ne. Saranghae, Lee Sungjong.”
“Nado saranghae, Myungsoo Oppa...” aku mengecup bibirnya sekilas. Aku tak peduli lagi, bahwa sekarang kami masih di kantor.
Maafkan aku, Lee Sungjong... Tapi aku akan kembali... Demi dirimu, hanya untukmu, satu yang kucinta, Lee Sungjong...
***
Tiga tahun sudah berlalu. Aku, Kim Myungsoo, sekarang sedang berdiri di depan papan nilai. Aku mebandingkan nilaiku dengan teman-temanku.
Melihat nilai-nilaiku yang tak jauh dari mereka anak-anak Prancis, aku rasa memang sekaranglah saatnya. Lee Sungjong, aku akan kembali. Lihatlah nanti, Chagi...
30 Agustus 2017.
Pesawatku mendarat dengan mulus di Incheon. Aku sampai rumah langsung tidur karena jetlag. Begitu bangun, aku ingat tak lama lagi ulangtahun Sungjong. Tepat saat itu ponselku berbunyi.
“Yeobose...” jawabku.
“Aha~Myungsoo-ya, oreumaniya! Kau bisa ke rumahku besok tanggal 3 September?” ternyata Sungyeol yang menelpon.
“Ah... Memang kenapa?”
“Aku pindah tugas ke Jepang. Jadi manager keuangan.”
“Waaah~chukkahae, Lee Sungyeol!!”
“Ahaha, trims... Jadi, apa kau bisa?”
“Memang kapan kau berangkat?”
“Tanggal 5 September besok!”
“Aigoo... Itu kan masih lama!”
“Ah, biar saja! Aku mau ada pesta perpisahan.”
“Ajak saja Sungjong. Malamnya aku akan ke rumahmu.”
“Kau inii~”
“Ya... Aku ingin melamar Sungjong.”
“Wah, ya... Itu akan jadi kejutan hebat!”
“Aku baru merencanakannya. Kau boleh ikut, tapi jangan bilang Sungjong, ne...?”
“Ahahaha, itu sih urusan kecil!”
“OK. Aku rasa kita terlalu banyak bicara tanpa benar-benar melepas rindu...”
“Kekeke... Yang penting aku sudah menelponmu lebih dulu! OK-lah. Aku lelah. Aku tutup ya? Bye~”
“OK, bye~”
-Sungjong’s POV-
Hari ini ulangtahunku. Tapi rasanya tidak seperti tahun-tahun lalu. Kim Myungsoo Songsaengnim (aku tau dia mungkin marah soal panggilan Songsaengnim yang kusukai ini) bahkan tidak pernah lagi mengucapkan selamat. Pertama dan terakhir kalinya adalah saat musim gugur pertamanya di Prancis tiga tahun lalu. Hanya itu.
Aaaah! Aku benar-benar kesal! Ditambah lagi, kakakku Lee Sungyeol yang malah mengajakku ke pesta perpisahannya malam ini. Huh. Aku kan sudah besar. “Ayolah, Sungjong... Aku ingin kita bisa menghabiskan waktu berdua~aku kan sudah akan pindah ke Jepang. Masa kau ingin melepas kakakmu tanpa sesuatu yang berarti?”
Mendengar kata-kata terakhirnya, hatiku jadi luluh. “Baiklah, aku ikut Oppa...”
Malamnya, saat sedang makan dengan Sungyeol, ponselku berbunyi. Hoya, si tukang ngomel, menelpon. “Yeobose...”
“Sungjong-a, Kim Songsaengnim...” suaranya terdengar ketakutan. Aku mulai khawatir.
“Mwohae? Geuneun mwohae?”
“Dia kecelakaan... Cepat ke RS, Sungjong-a...” ia terisak pelan.
“Di mana?”
“Seoul International Hospital, kamar St Stephen nomor 308. Cepatlah Sungjong-a...” ia terisak lagi, kemudian menutup telepon.
Aku terdiam. Sambungan sudah diputus dari seberang. Aku tak tau lagi harus apa. Akhirnya, aku hanya menuruti langkah kakiku ke luar auditorium, meninggalkan makan malamku dan Sungyeol.
Aku berlari ke perhentian subway di dekat perusahaan Sungyeol. Kebetulan subway pertama yang datang searah dengan tujuanku sekarang.
Sekitar 10 menit, aku sudah sampai di depan pintu kamar yang dimaksud. Aku tidak melihat Hoya di manapun. Ah, mungkin sedang mencari udara segar., batinku menenangkan diri sendiri.
Aku mengintip dari jendela, melihat keadaan eks guru SMU-ku tersebut. Air mataku meleleh saat melihat tubuhnya yang putih itu tergolek lemas di atas tempat tidur, dengan kepala dibalut perban. Seorang uisa akan keluar, dan aku kembali ke posisi sopan. “Jeosonghamnida, uisanim. Bagaimana keadaan Kim Myungsoo-sshi?”
“Mianhamnida, tapi Anda siapa?”
“Saya... Pacar Kim Myungsoo-sshi.”
“Ah, begitu. Sekali lagi, mianhmnida. Kim Myungsoo-sshi mengalami cedera parah di kepala. Ia mengalami pendarahan hebat. Aku tidak yakin nyawanya dapat terselamatkan.”
“Ah, ageseumnida. Apakah saya boleh masuk, uisanim?”
“Ne, tapi usahakan kau tidak membuatnya terbangun. Dia butuh istirahat.”
Aku mengangguk paham. “Kamsahamnida, uisanim.” ujarku yang dibalas anggukan oleh dokter itu. “Saya permisi dulu.”
Setelah dokter itu mohon diri, aku segera masuk ke kamar inapnya. Pemandangan yang sama seperti di jendela. Hanya saja, lebih jelas. “Songsaengnim... Maafkan aku, aku sering merepotkanmu, aku terlalu posesif, aku tidak pernah memperhatikanmu sebagaimana kau memperhatikanku. Aku... Aku...” air mataku kembali menetes. Mengenai pipinya yang putih itu. “Songsaengnim... Saranghanda.” Kukecup bibirnya lembut.
Perlahan, kedua mata namja 31 tahun ini terbuka. Aku yang melihatnya langsung tersenyum sendu. “Sungjong... Saengil chukkahaeyo. Aku rasa... Aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi...”
“Chajima, Oppa...”
“W-will you... Marry me?” Aku terdiam. Antara ya dan tidak. Namja di depanku ini tersenyum sedikit dipaksakan. “It’s alright. I can...”
Akhirnya mulutku terbuka. “Yes I will, Oppa.” aku menciumnya sekali lagi.
Sraak! *anggep aja suara confetti*
Confetti berjatuhan dari atas kerai. Kemudian, Hoya muncul, disertai uisa tadi yang ternyata adalah kakak Myungsoo Oppa sendiri. Sungyeol juga masuk ke kamar Myungsoo Oppa. “Chukkahaeyo, Lee Sungjong!”
Begitu ucapan mereka. Kemudian Hoya mengambil kamera di sudut kerai. “Ini akan jadi moment yang indah untuk kalian!”
“Jadi ini akal-akalan kalian?” protesku. Aku benar-benar kaget saat menyadarinya.
Hoya menutup handycam-nya. “Kim Songsaengnim yang memintanya. Aku senang kau terkejut.”
“Jadi... Kau juga tau? Lalu isakan tadi maksudnya apa?!”
“Jangnanman! Aku tidak benar-benar menangis. Aku tertawa mendengar reaksimu. Sungyeol mengirim email tentang kau.”
“Oppa! Kau juga tau?”
“Ini semua ide Kim Myungsoo. Aku sebagai dokter sekaligus kakaknya dimintai tolong juga.” sekarang gantian Dokter Kim berargumen. Semua memihak Kim Myungsoo Oppa.
“Aaaah~kalian ini!” rajukku kesal. Tapi sedetik kemudian, tawa kami meledak. “Aku tidak akan melupakan moment ini seumur hidupku, Songsaeng... Eh, Oppa...”
Namja dewasa itu melepas perban di kepalanya dan memakai bajunya.
“Aku juga akan selalu mengingat moment ini...” chu~ia mengecup bibirku sekilas.
-Myungsoo’s POV-
Aku sudah selesai dengan kejutan ini. Sekarang aku sedang atap mobil dengan Sungjong. “Chagi... Bagaimana kuliahmu?”
“Very well... Aku sekarang sudah lulus bekerja sebagai pengajar bebas.”
“Jinjjaro? Waaa~chukkahae! Kau mengajar apa, Darling?”
“Fisika dan Kimia... Aku mengajar anak-anak dengan caramu saat menyandang status sebagai Kim Songsaengnim.”
“Ah, geunde...” aku tersenyum bangga padanya dan pada diriku. Tiba-tiba, aku teringat sesuatu. “Ehm, aku ingin... Kita membangun bahtera keluarga yang harmonis...”
Ia menatapku dalam-dalam. “Sebenarnya, aku juga ingin membawa hubungan kita ke jenjang kasih kekal...”
“Tapi... Apakah tahun ini kau siap...?” aku ragu-ragu. “Aku... Entahlah...”
Ia semakin lekat menatapku. Akhirnya, ia memelukku. “Aku siap. Jeongmal kamsahaeyo, Oppa. Ini adalah ulangtahun terindah... Aku selalu mencintaimu.”
“Seperti aku selalu mencintaimu.” kucium bibirnya dan kulumat dalam-dalam.
#skip
-Author’s POV-
28 Desember 2017
“Saya, Kim Myungsoo, bersedia menerima Lee Sungjong sebagai istri saya, setia untuk hidup bersama saat senang maupun susah, saat suka maupun duka, dan membangun bahtera keluarga dalam kasih kekal sampai maut memisahkan kami.”
“Saya, Lee Sungjong, bersedia menerima Kim Myungsoo sebagai suami saya, setia untuk hidup bersama saat senang maupun susah, saat suka maupun duka, dan membangun bahtera keluarga dalam kasih kekal sampai maut memisahkan kami.”
Akhirnya, di depan pastur mereka mengikat janji suci. Dan lima tahun yang akan datang…
“Appa! Junsoo dapat tiga bintang~” seorang anak laki-laki berumur empat tahun berlari ke luar rumah, menyambut sang ayah yang bekerja sebagai guru SMP. Tuan Kim Myungsoo tersenyum senang melihat anaknya itu.
“Appa~” bocah bernama Kim Junsoo itu disusul ibunya serta adiknya, Kim Junni yang masih berumur dua tahun. Ia melambaikan sebuah kertas bergambar beruang teddy.
“Yeobo, bogo-itnayo? Mereka benar-benar pandai, sepertimu…” ujar Nyonya Kim Sungjong.
“Itu juga karenamu, Yeobo… tanpa kerja kerasmu, mungkin mereka tak akan seperti ini…” balas Tuan Kim pada istrinya.
Ya, Kim Myungsoo yang dulunya berprofesi sebagai guru SMU, kini memilih menjadi guru SMP. Dan (eks)muridnya Lee Sungjong kini sudah menjadi Nyonya Kim Sungjong. Mereka dikaruniai dua orang anak, Kim Junsoo dan Kim Junni.
*** FIN ***
Gimana? Aneh ya? Apa ada yang kurang? Ato endingnya nggak sesuai ekspektasi? Ato ada yang berharap adegan ‘itu’ kah? Eh, nggak, becanda. Tapi menurut Author sendiri, ceritanya, hmm… lumayan sih. Tapi karena males editting mungkin jadi agak aneh, kali ya? Hm, bentar, Author mau kasih pertanyaan. Hoya di sini apakah kena GS juga (dan jadi cewek) ato tetep cowok?
Hihihi… okelah rasanya cukup sekian, thank you very much and don’t forget to respect me!

No comments:

Post a Comment