Tuesday, 7 October 2014

Bad Boy(s) and Bad Girl in The Same Journey


Title                 : Bad Boy(s) and Bad Girl in The Same Journey
Author             : Nisaaa281827
Genre              : Action, romance,
Length             : One shot (all SungYeol’s POV)
Casts               : Lee SungYeol, Min SeoYoon, INFINITE, polices
Summary         : Ketika sedang merampok sebuah bank besar di pusat kota, tiba-tiba aksi kami diketahui oleh polisi dari daerah setempat. Kami langsung berlari dari kejaran para polisi, berlari, berlari, dan berlari, sampai aku menemukan seorang perempuan tak di kenal yang malah membantu pelarianku dari para polisi tersebut. Payahnya, hal buruk menimpa di setiap pelarian kami.
Foreword        : Jadi, FF ini dikerjakan pas nunggu ngumpulin ulangan Biologi kelas 9 di hari Kamis 2 Oktober 2014 *detil yah*. Waktu itu, entah kenapa tiba-tiba aku marah sendiri, terus ngeluarin buku coret-coret dan malah bikin FF. Terus pas blom selesei aku minta pendapat temenku yang baca gimana endingnya dan pendapatnya FF ini bagus apa nggak. Dan tanggapannnya positif. Aku kasih liat ke adekku, dia bilangnya ‘keren sih’. Aku tanya apa yang ‘sih’, katanya cuma gegara blom selesei=_= hah. Happy reading all!
           
 Aku terus berlari, menghindari tembakan-tembakan peluru yang disasarkan padaku. Huh, mungkin ini salahku, tapi kesalahanku hanya sekitar 20%.
            Kesalahan lainnya ada pada teman-temanku, dan kesalahan mereka lebih besar. Karena ada salah satu dari temanku yang merencanakan untuk melakukan aksi perampokan kami malam ini dan temanku yang membuat rencana perampokan tersebut meminta kami untuk menyetujui rencananya.
            Kami merampok sebuah bank besar di pusat kota, tapi sialnya aksi kami diketahui oleh para polisi daerah setempat yang sedang menjalani penjagaan keliling dan hal itu membuat kami harus meninggalkan barang-barang jarahan kami yang semula sudah kami masukkan ke dalam tas yang telah kami siapkan. Dan sandera yang sedang kami ikat akhirnya dengan terpaksa pun harus kami lepas juga.
            Aku dan teman-temanku memutuskan untuk berpencar, hingga salah satu temanku memutuskan untuk berpencar dariku.
            Yah, SungYeol-ah. Aku akan ke gang yang ada di sini, kau larilah ke arah sana!” suruh temanku yang tadi sempat ikut denganku tadi. Karena keadaan kami yang sangat terdesak dan tidak punya pilihan lain, aku hanya menganggukkan kepalaku, lalu kembali berlari ke arah yang sempat di tunjuk oleh temanku tadi. Aku terus berlari, berlari, dan berlari, sampai aku menemukan hal buruk.
            Ternyata gang yang di tunjukkan oleh temanku


            Buntu.


            “Ah, sialan kau, Kim MyungSoo! Kau menunjukkanku gang yang buntu, sementara kau—“
            “Lee SungYeol, kau sudah terkepung! Cepat angkat kedua tanganmu dan menyerahlah!” tiba-tiba, seruan salah seorang komandan polisi dari pengeras suara menghentikan umpatanku. Aku yang sempat berpikir bagamana aku akan lolos dari kejaran polisi-polisi tersebut, melihat ada seorang—yang tampaknya ia seorang perempuan—di arah atas tembok gang buntu tersebut saat aku melihat ke atas—untuk mencari jalan yang lain.
            Kaja! Ikuti aku! Aku akan menunjukkanmu jalan untukmu agar kau bisa lolos dari kejaran polisi-polisi itu!” suruh perempuan itu dari atas. Ia melemparkan seutas tali tambang yang panjang dari atas, tapi pada saat yang bersamaan, derap langkah dari para polisi tersebut semakin mendekat ke arah tempatku berdiri. Karena mungkin uluran tali tambang tersebut membantuku, aku langsung memanjatnya, meskipun di samping itu aku juga memikirkan resiko dari aku yang melarikan diri.
            “Cepat lari! Ikuti aku!” seru perempuan tersebut begitu aku sampai di atap salah satu bangunan. Aku menarik kembali tali tambang tersebut agar polisi-polisi—yang mungkin terdiri dari polisi daerah setempat tempatku dan teman-teman merampok dan kepolisian metropolitan (polisi distrik ibukota)—tersebut tidak mengejarku yang telah melarikan diri bersama perempuan yang tak kukenal itu, lalu mulai berlari melewati atap bangunan-bangunan tersebut mengikuti arah pelarian perempuan tersebut.
            “Belok ke kiri di arah jam 9! Jangan melihat ke belakang!” perintah perempuan itu lagi. Ia masih berlari di depanku, lalu beberapa meter kemudian ia berbelok ke arah kiri. Aku memanfaatkannya sebagai navigasiku. Aku berusaha untuk tidak melihat ke belakang, meskipun otakku memerintahkanku untuk melihat ke belakang. Tapi, aku sudah mendengar derap langkah yang lainnya selain kami berdua.
            “Cih, ternyata mereka menurunkan pasukan mereka dari helikopter. Dasar licik!” gumamku, tapi arah mataku tetap fokus ke depan. Saat aku sudah berbelok ke arah kiri, tiba-tiba kakiku dengan sendirinya menyuruhku untuk berhenti berlari.
            SRAAAK…
            Aku mengerem tubuhku dan menyadari bahwa jalan atap-atap tersebut terpotong karena adanya celah sekitar satu setengah meter untuk sebuah gang kecil. Aku akhirnya memberanikan diriku untuk melihat ke belakang, dan betapa terkejutnya aku saat melihat pasukan polisi yang mengejarku lebih banyak daripada yang tadi sempat kuperkirakan dari derap langkah mereka.
            “Melompatlah! Kau laki-laki! Mana ada laki-laki yang tidak bisa melompat untuk jarak hanya satu setengah meter saja, hah?” seru perempuan tadi yang ternyata sudah mendahuluiku untuk melompati celah gang kecil tersebut. “Haruskah aku kembali melemparkanmu tali yang seperti tadi, hah?” seru perempuan itu lagi. Karena gengsi akan kedudukanku sebagai buron rampok dan—yang paling penting—aku laki-laki, aku memutuskan untuk melompati celah tadi. Dan aku memohon pada Tuhan agar aku tidak jatuh mengenaskan ke bawah gang kecil tersebut.
            HUP!
            “Hah, syukurlah,” ucapku lega saat aku berhasil melompati celah gang kecil tersbeut dan mendarat dengan mulus. Aku melihat kembali ke belakang sekilas, melihat lagi gerombolan polisi yang masih mengejarku, lalu kembali menghadapkan kepalaku ke depan dan kembali berlari lagi. Berlari, berlari, dan berlari lagi sampai suara perempuan tadi terdengar lagi di telingaku.
            “Hei! Hati-hati! Di jarak 200 meter arah jam 11 ada beberapa polisi yang ikut mengejarku! Ikuti aku, belok ke kanan, kita akan sembunyi di sana untuk sementara waktu!” suruh perempuan itu yang lagi-lagi hanya kubalas hanya dengan teriakan ‘ya’ dan mengkuti arah lari dari perempuan tersebut.
            Aku masih berlari sampai aku melihat perempuan tersebut belok ke kanan yang ternyata ada tangga ke bawah menuju sebuah gang sempit. Aku mengikutinya, turun ke tangga tersebut dan aku menginjakkan kakiku ke tanah. Cukuplah sekali pengalaman ini—dalam dunia rampokku—aku berlari dengan cepat di atap bangunan-bangunan yang kulewati.
            Nafas kami berderu keras, kelelahan karena terus berlari mengindari kejaran dari polisi-polisi sialan tersebut. Aku melihat sekilas ke wajah perempuan itu. Rasanya sangat familiar. Aku kembali melihat wajah perempuan yang sedang duduk di sebelahku, masih dengan nafas memburunya. Aku mencermati setiap detil wajah perempuan itu. Dan setelah menyadari siapa perempuan itu, aku langsung terlonjak kaget.
            Mwoya?! Kau Min SeoYoon itu, kan?” seruku kaget, tapi ia malah menyuruhku untuk diam.
            Yah! Kau mau kita ketahuan oleh mereka? Dimana teman-teman idiotmu itu?” perempuan yang bernama Min SeoYoon itu balik bertanya dengan muka waspada, jika suatu saat polisi tiba-tiba datang ke tempat persembunyian sementara kami, tapi masih dengan nafas yang berderu keras.
            “Hah, tidak kusangka aku akan melakukan pelarian diri ini bersama dengan perampok wanita yang terkenal ini, dan juga ternyata ia adalah mantan anggota satu-satunya perempuan di INFINITE, dan mantan pacar SMAku ini memang benar-benar kau, ya,” cibirku sambil mendongakkan kepalaku, untuk melihat apakah ada polisi sialan itu. Selain itu, tujuanku mendongakkan kepala seperti ini adalah
            Mengenang masa laluku bersama perempuan yang duduk di sebelahku ini.
            Yaah, namanya Min SeoYoon. Seperti yang kucibirkan tadi padanya, ia adalah perampok wanita terkenal di seluruh penjuru Korea Selatan ini, ia tidak pernah tertangkap sekalipun oleh para polisi-polisi yang telah mengejarnya dalam beberapa aksi perampokannya. Polisi menjulukinya sebagai ‘perampok wanita yang memiliki kemampuan teleportasi dan menyamar paling hebat se-Korea Selatan’. Padahal, menurutku dan teman-temanku, julukan tersebut sangatlah aneh ketimbang julukan para polisi untuk kami.
            ‘Tujuh pemuda tampan perampok yang tidak ada tandingannya se-Korea Selatan’.
            Bukankah itu aneh? Polisi selalu menjuluki para buronannya dengan julukan yang aneh-aneh. Lalu, hal yang kedua.
            Mantan anggota dimana ia adalah satu-satunya perempuan di INFINITE, grup rampok kami. Hah, memang benar. Dia bergabung karena saat itu aku masih menjalin hubungan dengannya. Sebenarnya grup rampok ini dibuat saat setelah kami lulus SMA. Karena saat itu SeoYoon juga dekat dengan keenam temanku yang lainnya, mereka memasukkannya dengan senang hati. Tapi ia keluar saat aku memutuskan untuk menyudahi hubunganku dengannya, dan saat itu kami sedang tidak ada sasaran untuk aksi merampok kami. Begitulah, dan saat itu ia menjadi perampok individual. Lalu, hal yang ketiga, hal yang—sebenarnya—ingin kulupakan.
            Ia mantan kekasihku saat kami sama-sama di kelas 2 SMA.
            Sebenarnya aku tidak ingin untuk mengungkit-ungkit hal ini, tapi karena kemunculan mendadaknya yang membuatku kembali teringat akan masa-masa kami bersama, mau tidak mau aku harus menyerah.
            Aku yang saat itu sedang alim-alimnya, belum memiliki jiwa memberontak seperti sekarang ini, tiba-tiba saja melihat seorang gadis cantik yang sedang mengambil sebuah buku di  perpustakaan sekolah saat itu. Dan entah kenapa, saat aku melihatnya, aku langsung menyukai gadis itu. Siapa lagi perempuan itu selain gadis yang selama ini kukenal sebagai Min SeoYoon.
            Dan di saat yang tidak terduga, yaitu saat aku duduk di sebelahnya untuk ujian tengah semester satu, aku malah menyatakan perasaanku padanya lewat surat kaleng yang malah juga dijawabnya dengan menyatakan bahwa ia juga menyukaiku. Dan itu langsung membuatku senang bukan kepalang, bayangkan saja, seorang gadis yang baru kulihat untuk pertama kalinya, ternyata juga menyukaiku.
            “Hei,” panggil SeoYoon yang membuat lamunanku buyar seketika. Aku menolehkan kepalaku dan menatapnya. Kulihat wajahnya yang masih mengeluarkan peluh yang kemudian mengalir di setiap lekuk wajahnya.
            “Apa?” tanyaku pendek, lalu kembali menghadapkan pandanganku ke tembok gang sempit yang ada di  depanku. Aku melihat SeoYoon sedang berpikir dari ekor mataku. Muka berpikir yang dulu sering ia tunjukkan padaku, masih sama seperti dulu dan masih tetap imut seperti biasanya.
            “Bagaimana jika aku memintamu untuk kembali padaku? Apakah kau langsung menyetujuinya seperti dua tahun yang lalu sepertiku atau harus memikirkannya sebanyak ratusan kali terlebih dahulu baru kau akan menerimaku lagi?” tanyanya yang justru membuatku menohok, tidak percaya dengan pertanyaannya tadi.
            “Apa kau bilang?” tanyaku, memastikan apa yang dikatakannya tadi.
            SeoYoon malah tertawa saat mendengar pertanyaanku.
            “Kau ini, masih sama seperti yang dulu, ya? Idiot. Hah, itulah yang kusukai darimu, Lee SungYeol. Tapi, kau tahu sendiri, kan, aku tidak akan mengulang kembali perkataanku, meskipun yang memintanya adalah kau. Hahaha,” tawa SeoYoon yang membuatku cemberut.
            “Aku akan langsung menerimamu kembali, karena aku masih merindukanmu.”
            Angin malam yang dingin  berhembus lama, menerbangkan poniku dan poni SeoYoon yang panjang, dan menyebabkan bulu kudukku sedikit merinding karena dinginnya angin malam yang berhembus.
            SeoYoon menolehkan kepalanya padaku dengan raut wajah bingung, tapi aku bisa melihat ada sedikit raut wajah senang terbersit di wajah putih polosnya itu. Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan, lalu aku tersenyum tipis.
            “Aku sungguh-sungguh dengan perkataanku tadi,” ujarku, menolehkan kepalaku untuk menatapnya dan tersenyum dengan idiot padanya. SeoYoon sempat termangu bingung, tapi sedetik kemudian ia membalas senyumanku.
            “Mmm…, SeoYoon-ah…,” panggilku setelah keheningan menghinggapi kami. SeoYoon menolehkan kepalanya.
            “Ya?” tanyanya.
            “Bolehkah aku…, menciummu lagi…, seperti dulu…?” pintaku dengan wajah sedikit memerah. Sungguh, ini adalah permintaan paling aneh yang pernah kulontarkan selama hidupku. SeoYoon sempat terkejut, tapi kemudian ia kembali tersenyum manis padaku.
            “Boleh,” balasnya, senyum manisnya masih terukir jelas di wajah polosnya. Aku tersenyum.
            Aku mendekatkan wajahku padanya, sementara ia telah menutup matanya, menunggu ciumanku. Aku terus mendekatkan wajahku, dan sedetik kemudian bibirku sudah tertempel dengan manis pada bibir mungilnya. Aku dapat merasakan bahwa ia sedang tersenyum senang, lalu membalas ciumanku. Ia mengalungkan tangannya pada leherku, mencoba untuk memperdalam ciumanku.
            Semenit kemudian, aku melepaskan ciumanku. Nafas kami memburu dengan cepat, tapi setelah itu kami berdua tertawa pelan, karena hal itu adalah hal menyenangkan yang kami lakukan untuk pertama kalinya setelah dua tahun berpisah. Tapi, pada saat momen yang menyenangkan itu, aku mendengar lagi derap langkah dari arah luar gang sempit tersebut.
            “Waspadalah, SeoYoon, jangan sampai kau tertangkap, apalagi jangan sampai kau tertembak,” bisikku pada SeoYoon. SeoYoon menganggukkan kepalanya, lalu menggenggam pelatuk revolver dari dalam saku celananya untuk berjaga-jaga.
            “Hah, ternyata kau di sini. Angkat tanganmu, Min SeoYoon, Lee SungYeol! Kalian sekarang sudah terkepung!” seru salah seorang polisi yang kemudian masuk ke dalam gang sempit yang sedang kami tempati untuk tempat persembunyian.
            DOR! DOR! DOR!
            Dengan cepat, SeoYoon langsung mebembakkan peluru dari revolvernya pada polisi tersebut. Aku yang berdiri di belakangnya hanya menatapnya dengan berdecak kagum. Ternyata, ia memiliki kemampuan menembak yang jitu dan akurat. Aku saja yang pernah dekat dengannya tidak pernah mengetahui tentang hal itu.
            Tapi, kemudian datang sekumpulan polisi-polisi yang mendengar suara tembakan tersebut dan berlari ke arah gang sempit ini. “Kalian berdua! Angkat tangan! Kalian sudah terkepung! Jatuhkan senjata kalian!” suruh salah satu polisi dari kelima polisi yang mengepung kami.
            TRAK!
            “Hah, baiklah, jika itu memang keinginan kalian, aku menyerah, kalian boleh menangkapku,” ucap SeoYoon tiba-tiba setelah menjatuhkan revolvernya. Aku yang melihatnya terkejut melihat tingkahnya. Aku mendekatinya. “Yah! Apa maksudmu? Kau menyerah begitu saja? Mana harga dirimu sebagai perampok?” bisikku pada gadis bodoh ini. Ia menyeringai padaku.
            “Tenanglah, aku memiliki rencana lain. Kau ingat, kan, aku bisa beladiri?” bisik SeoYoon padaku, lalu tersenyum, dan berjalan mendekati polisi yang tadi menyeru pada kami. Polisi itu tersenyum pada kami dengan penuh kemenangan.
            “Akhirnya, setelah sekian lama kami mengejar kalian, pada hari ini kalian menyerah juga,” tantang polisi itu dengan penuh percaya diri. SeoYoon yang masih mengangkat kedua tangannya, tersenyum—atau lebih tepatnya menyeringai—pada polisi tersebut.
            “Atau mungkin, tidak sama sekali?”
            DUAK!
            Dengan cepat, SeoYoon langsung menendang muka polisi tersebut hingga polisi itu terdorong ke belakang. Rekan-rekan polisi lainnya terkejut melihat aksi SeoYoon yang mengejutkan itu, tapi dengan segera mereka mengeluarkan revolver-revolver mereka dan mengarahkannya semua pada SeoYoon dan aku.
            Yah, SungYeol oppa,” panggil SeoYoon.
Mwo?” tanyaku.
“Kau masih ingat cara bela diri yang dulu pernah kuajarkan, kan? Kau masih bisa memanfaatkannya jika kau masih mengingatnya,” tanyanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku.
“Tenanglah. Aku masih mengingatnya. Mana mungkin aku melupakan ajaran yang paling penting untuk seorang perampok dari mantan…, ah tidak, mungkin sekarang kau menjadi pacarku lagi,” ucapku semangat. SeoYoon menolehkan kepalanya padaku, tapi kemudian ia tersenyum.
“Hah, baiklah. Mari kita mulai!” seru SeoYoon, lalu mulai berlari dan memukul wajah polisi yang mendekatinya. Aku juga mulai melakukan hal yang sama, lalu mulai mengawasi kembali polisi-polisi yang kembali mengepungku.
DOR! DOR! DOR!
Tiba-tiba, tiga buah tembakan peluru mengenai dada SeoYoon. Seketika SeoYoon jatuh tersungkur dan darah dari dalam tubuhnya langsung membasahi baju yang dipakainya. Aku yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri tubuhnya yang tergeletak di tanah. Aku masih bisa mendengarnya bernafas walaupun tersengal-sengal.
“SeoYoon-ah! Neo gwaenchanha?” tanyaku, lalu menatap wajahnya yang juga sudah ikut berlumuran darah. SeoYoon tersenyum tipis, meskipun wajahnya berlumuran darahnya sendiri. “Kau…, berhati-hatilah… Jangan sampai…, kau…, tertangkap oleh—ohok!” tiba-tiba, darah kembali keluar dari dalam mulutnya.
“Jangan berbicara dulu! Kau tidak boleh berbicara dulu! Dan kau…,” kata-kataku terpotong. Aku merasakan air mataku tiba-tiba mengalir sendirinya, membasahi pipiku.
“KAU TIDAK BOLEH MATI, MIN SEOYOON!” seruku, suaraku yang keras itu terdengar bergetar. Aku sebenarnya tidak boleh menangis. Tapi, ini semua karena gengsiku sebagai perampok di Korea Selatan.
Tangan SeoYoon yang lemah menggapai pipiku yang basah karena air mata. Aku yang melihatnya, memegang tangan mungil yang sering digunakannya untuk merampok. Tapi, tangan itu sekarang digunakan untuk mengelus pipiku. Meskipun sedikit demi sedikit darahnya berkurang, tapi tangan mungil milik Min SeoYoon itu masih tetap hangat bagiku.
“Lee SungYeol oppa… Kau…, kau tidak boleh…, menangis… Dan yang penting…, kau…, jangan sampai tertangkap polisi-polisi…, itu… Aku ingin…, kau…, tetap hidup… Nah…, selamat tinggal…, SungYeol… Dan terima kasih…, telah mencintaiku…, dan menerimaku…, lagi… Ah ya… Dan terima kasih…, untuk ciumanmu tadi… Aku mencintaimu…,” ucap SeoYoon terbata. Aku menggelengkan kepalaku.
“Tidak, tidak! Kau tidak boleh mati! Aku sudah bilang, kan, kalau kau tidak boleh—“
Nafas SeoYoon berhenti.
Denyut nadinya pun berhenti.
Min SeoYoon telah meninggal.
“Hah, sekarang rekanmu telah meninggal, apa yang akan kau lakukan, Lee SungYeol?” tantang polisi yang bertubuh tinggi. Aku meletakkan tangan SeoYoon yang mulai dingin, lalu berdiri dan menghapus air mataku.
“AKU AKAN TETAP MELAWAN KALIAN!” teriakku, lalu mulai melawan kembali para polisi-polisi yang akan menyerangku. Aku terus menyerang mereka meskipun aku sendirian. Aku tetap tidak ingin tertangkap, apalagi sampai mati seperti rekan—dan pacarku—, Min SeoYoon. Aku kembali teringat permintaan SeoYoon. Itu sudah kutekadkan.
Tapi tanpa kusadari, ada beberapa polisi di belakangku yang sudah memborgol tanganku saat aku sedang lengah. Aku yang ingin melawan langsung memberontak. “LEPASKAN AKU! KAU SUDAH DENGAR, KAN, SEOYOON MEMINTAKU AGAR AKU TIDAK TERTANGKAP OLEH KALIAN! LEPASKAN AKU!” teriakku memberontak saat dua orang polisi memegangi kedua lenganku agar aku tidak memberontak.
“Kau sudah tertangkap, Lee SungYeol. Mungkin, keenam rekanmu yang lain juga akan tertangkap. Sekarang, kau tidak bisa memberontak—apalagi melarikan diri—lagi dari kami. Kau akan langsung kami masukkan ke penjara,” ucap salah seorang polisi yang masih memegangi lenganku.
“Terserah kalian saja, tapi aku akan hilang dari pandangan kalian dan akan segera bebas!” seruku. Kedua polisi tersebut hanya menggelengkan kepalanya, lalu memasukkanku ke dalam mobil polisi yang diparkirkan di salah satu trotoar jalan.
Benar saja. Setelah aku tertangkap, keenam temanku yang lain juga ikut tertangkap oleh para polisi. Hah, mungkin ini memang perjalanan akhir dari aksi rampokku, tapi, kutekadkan aku akan segera bebas, dan

Sesegera mungkin aku akan mengunjungi Min SeoYoon, rekan dan pacarku yang sudah istirahat dengan tenang, meskipun dengan cara yang salah.
“Aku mencintaimu, Min SeoYoon,” bisikku pelan sambil tersenyum tipis, lalu mobil polisi yang kutumpangi mulai berjalan menuju kantor polisi dan meninggalkan gang sempit yang tadi SeoYoon dan aku tempati. Mungkin, aku juga akan mengunjungi gang sempit itu.

 ***
Author Nisa itu salah satu temen Author Carolin. Dia penulis (fictioner) yang produktif melebihi owner blog ini sendiri. Hihihi...  OK, yang pasti, makasih udah respek sama Author Nisa. Kritik, saran, komentar dll sangat diharapkannn...! That's all, thank you~ *ala presenter tugas B. Inggris*

No comments:

Post a Comment