Title : Bad Boy(s) and Bad Girl in The Same Journey
Author :
Nisaaa281827
Genre : Action, romance,
Length :
One shot (all SungYeol’s POV)
Casts : Lee SungYeol, Min SeoYoon, INFINITE, polices
Summary : Ketika sedang merampok sebuah bank
besar di pusat kota, tiba-tiba aksi kami diketahui oleh polisi dari daerah
setempat. Kami langsung berlari dari kejaran para polisi, berlari, berlari, dan
berlari, sampai aku menemukan seorang perempuan tak di kenal yang malah
membantu pelarianku dari para polisi tersebut. Payahnya, hal buruk menimpa di
setiap pelarian kami.
Foreword : Jadi, FF ini dikerjakan pas nunggu
ngumpulin ulangan Biologi kelas 9 di hari Kamis 2 Oktober 2014 *detil yah*.
Waktu itu, entah kenapa tiba-tiba aku marah sendiri, terus ngeluarin buku coret-coret
dan malah bikin FF. Terus pas blom selesei aku minta pendapat temenku yang baca
gimana endingnya dan pendapatnya FF ini bagus apa nggak. Dan tanggapannnya
positif. Aku kasih liat ke adekku, dia bilangnya ‘keren sih’. Aku tanya apa
yang ‘sih’, katanya cuma gegara blom selesei=_= hah. Happy reading all!
Aku terus berlari,
menghindari tembakan-tembakan peluru yang disasarkan padaku. Huh, mungkin ini
salahku, tapi kesalahanku hanya sekitar 20%.
Kesalahan lainnya ada pada teman-temanku, dan kesalahan
mereka lebih besar. Karena ada salah satu dari temanku yang merencanakan untuk
melakukan aksi perampokan kami malam ini dan temanku yang membuat rencana
perampokan tersebut meminta kami untuk menyetujui rencananya.
Kami merampok sebuah bank besar di pusat kota, tapi
sialnya aksi kami diketahui oleh para polisi daerah setempat yang sedang
menjalani penjagaan keliling dan hal itu membuat kami harus meninggalkan
barang-barang jarahan kami yang semula sudah kami masukkan ke dalam tas yang
telah kami siapkan. Dan sandera yang sedang kami ikat akhirnya dengan terpaksa
pun harus kami lepas juga.
Aku dan teman-temanku memutuskan untuk berpencar, hingga
salah satu temanku memutuskan untuk berpencar dariku.
“Yah, SungYeol-ah. Aku akan ke gang yang ada di sini,
kau larilah ke arah sana!” suruh temanku yang tadi sempat ikut denganku tadi.
Karena keadaan kami yang sangat terdesak dan tidak punya pilihan lain, aku
hanya menganggukkan kepalaku, lalu kembali berlari ke arah yang sempat di
tunjuk oleh temanku tadi. Aku terus berlari, berlari, dan berlari, sampai aku
menemukan hal buruk.
Ternyata gang yang di tunjukkan oleh temanku
Buntu.
“Ah, sialan kau, Kim MyungSoo! Kau menunjukkanku gang
yang buntu, sementara kau—“
“Lee SungYeol, kau sudah terkepung! Cepat angkat kedua
tanganmu dan menyerahlah!” tiba-tiba, seruan salah seorang komandan polisi dari
pengeras suara menghentikan umpatanku. Aku yang sempat berpikir bagamana aku
akan lolos dari kejaran polisi-polisi tersebut, melihat ada seorang—yang
tampaknya ia seorang perempuan—di arah atas tembok gang buntu tersebut saat aku
melihat ke atas—untuk mencari jalan yang lain.
“Kaja! Ikuti
aku! Aku akan menunjukkanmu jalan untukmu agar kau bisa lolos dari kejaran
polisi-polisi itu!” suruh perempuan itu dari atas. Ia melemparkan seutas tali
tambang yang panjang dari atas, tapi pada saat yang bersamaan, derap langkah
dari para polisi tersebut semakin mendekat ke arah tempatku berdiri. Karena mungkin
uluran tali tambang tersebut membantuku, aku langsung memanjatnya, meskipun di
samping itu aku juga memikirkan resiko dari aku yang melarikan diri.
“Cepat lari! Ikuti aku!” seru perempuan tersebut begitu
aku sampai di atap salah satu bangunan. Aku menarik kembali tali tambang
tersebut agar polisi-polisi—yang mungkin terdiri dari polisi daerah setempat
tempatku dan teman-teman merampok dan kepolisian metropolitan (polisi distrik
ibukota)—tersebut tidak mengejarku yang telah melarikan diri bersama perempuan
yang tak kukenal itu, lalu mulai berlari melewati atap bangunan-bangunan tersebut
mengikuti arah pelarian perempuan tersebut.
“Belok ke kiri di arah jam 9! Jangan melihat ke
belakang!” perintah perempuan itu lagi. Ia masih berlari di depanku, lalu
beberapa meter kemudian ia berbelok ke arah kiri. Aku memanfaatkannya sebagai
navigasiku. Aku berusaha untuk tidak melihat ke belakang, meskipun otakku
memerintahkanku untuk melihat ke belakang. Tapi, aku sudah mendengar derap
langkah yang lainnya selain kami berdua.
“Cih, ternyata mereka menurunkan pasukan mereka dari helikopter.
Dasar licik!” gumamku, tapi arah mataku tetap fokus ke depan. Saat aku sudah
berbelok ke arah kiri, tiba-tiba kakiku dengan sendirinya menyuruhku untuk
berhenti berlari.
SRAAAK…
Aku mengerem tubuhku dan menyadari bahwa jalan atap-atap
tersebut terpotong karena adanya celah sekitar satu setengah meter untuk sebuah
gang kecil. Aku akhirnya memberanikan diriku untuk melihat ke belakang, dan
betapa terkejutnya aku saat melihat pasukan polisi yang mengejarku lebih banyak
daripada yang tadi sempat kuperkirakan dari derap langkah mereka.
“Melompatlah! Kau laki-laki! Mana ada laki-laki yang
tidak bisa melompat untuk jarak hanya satu setengah meter saja, hah?” seru
perempuan tadi yang ternyata sudah mendahuluiku untuk melompati celah gang
kecil tersebut. “Haruskah aku kembali melemparkanmu tali yang seperti tadi,
hah?” seru perempuan itu lagi. Karena gengsi akan kedudukanku sebagai buron
rampok dan—yang paling penting—aku laki-laki, aku memutuskan untuk melompati
celah tadi. Dan aku memohon pada Tuhan agar aku tidak jatuh mengenaskan ke
bawah gang kecil tersebut.
HUP!
“Hah, syukurlah,” ucapku lega saat aku berhasil melompati
celah gang kecil tersbeut dan mendarat dengan mulus. Aku melihat kembali ke
belakang sekilas, melihat lagi gerombolan polisi yang masih mengejarku, lalu
kembali menghadapkan kepalaku ke depan dan kembali berlari lagi. Berlari,
berlari, dan berlari lagi sampai suara perempuan tadi terdengar lagi di
telingaku.
“Hei! Hati-hati! Di jarak 200 meter arah jam 11 ada
beberapa polisi yang ikut mengejarku! Ikuti aku, belok ke kanan, kita akan
sembunyi di sana untuk sementara waktu!” suruh perempuan itu yang lagi-lagi
hanya kubalas hanya dengan teriakan ‘ya’ dan mengkuti arah lari dari perempuan
tersebut.
Aku masih berlari sampai aku melihat perempuan tersebut
belok ke kanan yang ternyata ada tangga ke bawah menuju sebuah gang sempit. Aku
mengikutinya, turun ke tangga tersebut dan aku menginjakkan kakiku ke tanah.
Cukuplah sekali pengalaman ini—dalam dunia rampokku—aku berlari dengan cepat di
atap bangunan-bangunan yang kulewati.
Nafas kami berderu keras, kelelahan karena terus berlari
mengindari kejaran dari polisi-polisi sialan tersebut. Aku melihat sekilas ke
wajah perempuan itu. Rasanya sangat familiar. Aku kembali melihat wajah
perempuan yang sedang duduk di sebelahku, masih dengan nafas memburunya. Aku
mencermati setiap detil wajah perempuan itu. Dan setelah menyadari siapa
perempuan itu, aku langsung terlonjak kaget.
“Mwoya?! Kau
Min SeoYoon itu, kan?” seruku kaget, tapi ia malah menyuruhku untuk diam.
“Yah! Kau mau
kita ketahuan oleh mereka? Dimana teman-teman idiotmu itu?” perempuan yang
bernama Min SeoYoon itu balik bertanya dengan muka waspada, jika suatu saat
polisi tiba-tiba datang ke tempat persembunyian sementara kami, tapi masih
dengan nafas yang berderu keras.
“Hah, tidak kusangka aku akan melakukan pelarian diri ini
bersama dengan perampok wanita yang terkenal ini, dan juga ternyata ia adalah
mantan anggota satu-satunya perempuan di INFINITE, dan mantan pacar SMAku ini
memang benar-benar kau, ya,” cibirku sambil mendongakkan kepalaku, untuk
melihat apakah ada polisi sialan itu. Selain itu, tujuanku mendongakkan kepala
seperti ini adalah
Mengenang masa laluku bersama perempuan yang
duduk di sebelahku ini.
Yaah, namanya Min SeoYoon. Seperti yang kucibirkan tadi
padanya, ia adalah perampok wanita terkenal di seluruh penjuru Korea Selatan
ini, ia tidak pernah tertangkap sekalipun oleh para polisi-polisi yang telah
mengejarnya dalam beberapa aksi perampokannya. Polisi menjulukinya sebagai
‘perampok wanita yang memiliki kemampuan teleportasi dan menyamar paling hebat
se-Korea Selatan’. Padahal, menurutku dan teman-temanku, julukan tersebut
sangatlah aneh ketimbang julukan para polisi untuk kami.
‘Tujuh pemuda tampan perampok yang tidak ada
tandingannya se-Korea Selatan’.
Bukankah itu aneh? Polisi selalu menjuluki para
buronannya dengan julukan yang aneh-aneh. Lalu, hal yang kedua.
Mantan anggota dimana ia adalah satu-satunya perempuan di
INFINITE, grup rampok kami. Hah, memang benar. Dia bergabung karena saat itu
aku masih menjalin hubungan dengannya. Sebenarnya grup rampok ini dibuat saat
setelah kami lulus SMA. Karena saat itu SeoYoon juga dekat dengan keenam
temanku yang lainnya, mereka memasukkannya dengan senang hati. Tapi ia keluar
saat aku memutuskan untuk menyudahi hubunganku dengannya, dan saat itu kami
sedang tidak ada sasaran untuk aksi merampok kami. Begitulah, dan saat itu ia
menjadi perampok individual. Lalu, hal yang ketiga, hal yang—sebenarnya—ingin
kulupakan.
Ia mantan kekasihku saat kami sama-sama di kelas 2 SMA.
Sebenarnya aku tidak ingin untuk mengungkit-ungkit hal
ini, tapi karena kemunculan mendadaknya yang membuatku kembali teringat akan
masa-masa kami bersama, mau tidak mau aku harus menyerah.
Aku yang saat itu sedang alim-alimnya, belum memiliki
jiwa memberontak seperti sekarang ini, tiba-tiba saja melihat seorang gadis
cantik yang sedang mengambil sebuah buku di
perpustakaan sekolah saat itu. Dan entah kenapa, saat aku melihatnya,
aku langsung menyukai gadis itu. Siapa lagi perempuan itu selain gadis yang
selama ini kukenal sebagai Min SeoYoon.
Dan di saat yang tidak terduga, yaitu saat aku duduk di
sebelahnya untuk ujian tengah semester satu, aku malah menyatakan perasaanku
padanya lewat surat kaleng yang malah juga dijawabnya dengan menyatakan bahwa
ia juga menyukaiku. Dan itu langsung membuatku senang bukan kepalang, bayangkan
saja, seorang gadis yang baru kulihat untuk pertama kalinya, ternyata juga
menyukaiku.
“Hei,” panggil SeoYoon yang membuat lamunanku buyar
seketika. Aku menolehkan kepalaku dan menatapnya. Kulihat wajahnya yang masih
mengeluarkan peluh yang kemudian mengalir di setiap lekuk wajahnya.
“Apa?” tanyaku pendek, lalu kembali menghadapkan
pandanganku ke tembok gang sempit yang ada di
depanku. Aku melihat SeoYoon sedang berpikir dari ekor mataku. Muka
berpikir yang dulu sering ia tunjukkan padaku, masih sama seperti dulu dan
masih tetap imut seperti biasanya.
“Bagaimana jika aku memintamu untuk kembali padaku?
Apakah kau langsung menyetujuinya seperti dua tahun yang lalu sepertiku atau
harus memikirkannya sebanyak ratusan kali terlebih dahulu baru kau akan
menerimaku lagi?” tanyanya yang justru membuatku menohok, tidak percaya dengan
pertanyaannya tadi.
“Apa kau bilang?” tanyaku, memastikan apa yang
dikatakannya tadi.
SeoYoon malah tertawa saat mendengar pertanyaanku.
“Kau ini, masih sama seperti yang dulu, ya? Idiot. Hah,
itulah yang kusukai darimu, Lee SungYeol. Tapi, kau tahu sendiri, kan, aku
tidak akan mengulang kembali perkataanku, meskipun yang memintanya adalah kau.
Hahaha,” tawa SeoYoon yang membuatku cemberut.
“Aku akan langsung menerimamu kembali, karena aku masih
merindukanmu.”
Angin malam yang dingin
berhembus lama, menerbangkan poniku dan poni SeoYoon yang panjang, dan
menyebabkan bulu kudukku sedikit merinding karena dinginnya angin malam yang
berhembus.
SeoYoon menolehkan kepalanya padaku dengan raut wajah
bingung, tapi aku bisa melihat ada sedikit raut wajah senang terbersit di wajah
putih polosnya itu. Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan, lalu aku tersenyum
tipis.
“Aku sungguh-sungguh dengan perkataanku tadi,” ujarku,
menolehkan kepalaku untuk menatapnya dan tersenyum dengan idiot padanya.
SeoYoon sempat termangu bingung, tapi sedetik kemudian ia membalas senyumanku.
“Mmm…, SeoYoon-ah…,”
panggilku setelah keheningan menghinggapi kami. SeoYoon menolehkan kepalanya.
“Ya?” tanyanya.
“Bolehkah aku…, menciummu lagi…, seperti dulu…?” pintaku
dengan wajah sedikit memerah. Sungguh, ini adalah permintaan paling aneh yang pernah
kulontarkan selama hidupku. SeoYoon sempat terkejut, tapi kemudian ia kembali
tersenyum manis padaku.
“Boleh,” balasnya, senyum manisnya masih terukir jelas di
wajah polosnya. Aku tersenyum.
Aku mendekatkan wajahku padanya, sementara ia telah menutup
matanya, menunggu ciumanku. Aku terus mendekatkan wajahku, dan sedetik kemudian
bibirku sudah tertempel dengan manis pada bibir mungilnya. Aku dapat merasakan
bahwa ia sedang tersenyum senang, lalu membalas ciumanku. Ia mengalungkan
tangannya pada leherku, mencoba untuk memperdalam ciumanku.
Semenit kemudian, aku melepaskan ciumanku. Nafas kami
memburu dengan cepat, tapi setelah itu kami berdua tertawa pelan, karena hal
itu adalah hal menyenangkan yang kami lakukan untuk pertama kalinya setelah dua
tahun berpisah. Tapi, pada saat momen yang menyenangkan itu, aku mendengar lagi
derap langkah dari arah luar gang sempit tersebut.
“Waspadalah, SeoYoon, jangan sampai kau tertangkap,
apalagi jangan sampai kau tertembak,” bisikku pada SeoYoon. SeoYoon menganggukkan
kepalanya, lalu menggenggam pelatuk revolver dari dalam saku celananya untuk
berjaga-jaga.
“Hah, ternyata kau di sini. Angkat tanganmu, Min SeoYoon,
Lee SungYeol! Kalian sekarang sudah terkepung!” seru salah seorang polisi yang
kemudian masuk ke dalam gang sempit yang sedang kami tempati untuk tempat
persembunyian.
DOR! DOR! DOR!
Dengan cepat, SeoYoon langsung mebembakkan peluru dari
revolvernya pada polisi tersebut. Aku yang berdiri di belakangnya hanya
menatapnya dengan berdecak kagum. Ternyata, ia memiliki kemampuan menembak yang
jitu dan akurat. Aku saja yang pernah dekat dengannya tidak pernah mengetahui
tentang hal itu.
Tapi, kemudian datang sekumpulan polisi-polisi yang
mendengar suara tembakan tersebut dan berlari ke arah gang sempit ini. “Kalian
berdua! Angkat tangan! Kalian sudah terkepung! Jatuhkan senjata kalian!” suruh
salah satu polisi dari kelima polisi yang mengepung kami.
TRAK!
“Hah, baiklah, jika itu memang keinginan kalian, aku
menyerah, kalian boleh menangkapku,” ucap SeoYoon tiba-tiba setelah menjatuhkan
revolvernya. Aku yang melihatnya terkejut melihat tingkahnya. Aku mendekatinya.
“Yah! Apa maksudmu? Kau menyerah
begitu saja? Mana harga dirimu sebagai perampok?” bisikku pada gadis bodoh ini.
Ia menyeringai padaku.
“Tenanglah, aku memiliki rencana lain. Kau ingat, kan,
aku bisa beladiri?” bisik SeoYoon padaku, lalu tersenyum, dan berjalan
mendekati polisi yang tadi menyeru pada kami. Polisi itu tersenyum pada kami
dengan penuh kemenangan.
“Akhirnya, setelah sekian lama kami mengejar kalian, pada
hari ini kalian menyerah juga,” tantang polisi itu dengan penuh percaya diri.
SeoYoon yang masih mengangkat kedua tangannya, tersenyum—atau lebih tepatnya
menyeringai—pada polisi tersebut.
“Atau mungkin, tidak sama sekali?”
DUAK!
Dengan cepat, SeoYoon langsung menendang muka polisi
tersebut hingga polisi itu terdorong ke belakang. Rekan-rekan polisi lainnya
terkejut melihat aksi SeoYoon yang mengejutkan itu, tapi dengan segera mereka
mengeluarkan revolver-revolver mereka dan mengarahkannya semua pada SeoYoon dan
aku.
“Yah, SungYeol oppa,” panggil SeoYoon.
“Mwo?” tanyaku.
“Kau masih ingat cara bela diri yang dulu pernah kuajarkan, kan?
Kau masih bisa memanfaatkannya jika kau masih mengingatnya,” tanyanya. Aku
hanya menganggukkan kepalaku.
“Tenanglah. Aku masih mengingatnya. Mana mungkin aku melupakan
ajaran yang paling penting untuk seorang perampok dari mantan…, ah tidak,
mungkin sekarang kau menjadi pacarku lagi,” ucapku semangat. SeoYoon menolehkan
kepalanya padaku, tapi kemudian ia tersenyum.
“Hah, baiklah. Mari kita mulai!” seru SeoYoon, lalu mulai berlari
dan memukul wajah polisi yang mendekatinya. Aku juga mulai melakukan hal yang
sama, lalu mulai mengawasi kembali polisi-polisi yang kembali mengepungku.
DOR! DOR! DOR!
Tiba-tiba, tiga buah tembakan peluru mengenai dada SeoYoon.
Seketika SeoYoon jatuh tersungkur dan darah dari dalam tubuhnya langsung
membasahi baju yang dipakainya. Aku yang melihat kejadian itu, langsung
menghampiri tubuhnya yang tergeletak di tanah. Aku masih bisa mendengarnya
bernafas walaupun tersengal-sengal.
“SeoYoon-ah! Neo gwaenchanha?” tanyaku, lalu menatap
wajahnya yang juga sudah ikut berlumuran darah. SeoYoon tersenyum tipis,
meskipun wajahnya berlumuran darahnya sendiri. “Kau…, berhati-hatilah… Jangan sampai…,
kau…, tertangkap oleh—ohok!” tiba-tiba, darah kembali keluar dari dalam
mulutnya.
“Jangan berbicara dulu! Kau tidak boleh berbicara dulu! Dan kau…,”
kata-kataku terpotong. Aku merasakan air mataku tiba-tiba mengalir sendirinya,
membasahi pipiku.
“KAU TIDAK BOLEH MATI, MIN SEOYOON!” seruku, suaraku yang keras
itu terdengar bergetar. Aku sebenarnya tidak boleh menangis. Tapi, ini semua
karena gengsiku sebagai perampok di Korea Selatan.
Tangan SeoYoon yang lemah menggapai pipiku yang basah karena air mata.
Aku yang melihatnya, memegang tangan mungil yang sering digunakannya untuk
merampok. Tapi, tangan itu sekarang digunakan untuk mengelus pipiku. Meskipun
sedikit demi sedikit darahnya berkurang, tapi tangan mungil milik Min SeoYoon
itu masih tetap hangat bagiku.
“Lee SungYeol oppa…
Kau…, kau tidak boleh…, menangis… Dan yang penting…, kau…, jangan sampai
tertangkap polisi-polisi…, itu… Aku ingin…, kau…, tetap hidup… Nah…, selamat
tinggal…, SungYeol… Dan terima kasih…, telah mencintaiku…, dan menerimaku…,
lagi… Ah ya… Dan terima kasih…, untuk ciumanmu tadi… Aku mencintaimu…,” ucap
SeoYoon terbata. Aku menggelengkan kepalaku.
“Tidak, tidak! Kau tidak boleh mati! Aku sudah bilang, kan, kalau
kau tidak boleh—“
Nafas SeoYoon berhenti.
Denyut nadinya pun berhenti.
Min SeoYoon telah meninggal.
“Hah, sekarang rekanmu telah meninggal, apa yang akan kau lakukan,
Lee SungYeol?” tantang polisi yang bertubuh tinggi. Aku meletakkan tangan
SeoYoon yang mulai dingin, lalu berdiri dan menghapus air mataku.
“AKU AKAN TETAP MELAWAN KALIAN!” teriakku, lalu mulai melawan
kembali para polisi-polisi yang akan menyerangku. Aku terus menyerang mereka
meskipun aku sendirian. Aku tetap tidak ingin tertangkap, apalagi sampai mati
seperti rekan—dan pacarku—, Min SeoYoon. Aku kembali teringat permintaan
SeoYoon. Itu sudah kutekadkan.
Tapi tanpa kusadari, ada beberapa polisi di belakangku yang sudah
memborgol tanganku saat aku sedang lengah. Aku yang ingin melawan langsung
memberontak. “LEPASKAN AKU! KAU SUDAH DENGAR, KAN, SEOYOON MEMINTAKU AGAR AKU
TIDAK TERTANGKAP OLEH KALIAN! LEPASKAN AKU!” teriakku memberontak saat dua
orang polisi memegangi kedua lenganku agar aku tidak memberontak.
“Kau sudah tertangkap, Lee SungYeol. Mungkin, keenam rekanmu yang
lain juga akan tertangkap. Sekarang, kau tidak bisa memberontak—apalagi
melarikan diri—lagi dari kami. Kau akan langsung kami masukkan ke penjara,”
ucap salah seorang polisi yang masih memegangi lenganku.
“Terserah kalian saja, tapi aku akan hilang dari pandangan kalian
dan akan segera bebas!” seruku. Kedua polisi tersebut hanya menggelengkan
kepalanya, lalu memasukkanku ke dalam mobil polisi yang diparkirkan di salah
satu trotoar jalan.
Benar saja. Setelah aku tertangkap, keenam temanku yang lain juga
ikut tertangkap oleh para polisi. Hah, mungkin ini memang perjalanan akhir dari
aksi rampokku, tapi, kutekadkan aku akan segera bebas, dan
Sesegera mungkin aku akan mengunjungi Min SeoYoon, rekan dan
pacarku yang sudah istirahat dengan tenang, meskipun dengan cara yang salah.
“Aku mencintaimu, Min SeoYoon,” bisikku pelan sambil tersenyum
tipis, lalu mobil polisi yang kutumpangi mulai berjalan menuju kantor polisi
dan meninggalkan gang sempit yang tadi SeoYoon dan aku tempati. Mungkin, aku
juga akan mengunjungi gang sempit itu.
***
Author Nisa itu salah satu temen Author Carolin. Dia penulis (fictioner) yang produktif melebihi owner blog ini sendiri. Hihihi... OK, yang pasti, makasih udah respek sama Author Nisa. Kritik, saran, komentar dll sangat diharapkannn...! That's all, thank you~ *ala presenter tugas B. Inggris*
No comments:
Post a Comment