Saturday, 15 November 2014

I Miss You So Bad, My Hope (Voice Mail sequel story)


Title           : I Miss You So Bad, My Hope (sequel Voice Mail: J-Hope)
Casts          : Jung HoSeok, you (readers), Min YoonGi (cameo)
Genre         : Romance, sad, angst
Length       : Drabble (1.608 words)
Summary   : Dan saat ia kembali, kau mengingat semua kejadian yang kau alami saat bersamanya di masa lalu—saat-saat bahagia dan saat-saat surammu.
Foreword   : Kkeuang~ akhirnya bikin sekuel Voice Mail~ maaf ya klo pas baca FF ini agak bingung, soalnya alurnya campur (maju+flashback)T.T mungkin ini agak sedikit yadong, nggak papa kan? Huehuehuehue~  happy reading~


“Kau… Kapan kau—mmph!” kata-kataku terputus karena tiba-tba saja ia menciumku dengan kasar. Ia memeluk pinggangku, menyuruhku untuk mendekat padanya. Aku masih membelalakkan mataku, tapi kelamaan aku membalasnya, dan bisa kurasakan air mataku mengalir dari pelupuk mataku.
            Aku sangat merindukannya.
            “Jangan menangis…,” gumamnya pelan, lalu menghapus air mataku. Aku menggeleng.
            “Aku tidak bisa… Aku sangat merindukanmu…,” balasku, lalu memeluknya dan meremas kemejanya erat. Ia menganggukkan kepalanya.
            “Aku tahu… Aku juga sangat merindukanmu, _______-ah…”
¤¤¤¤¤¤
            “Heeeeei! Aku masih menulis catatanku! HEEEEEI!!!” seruku saat tahu-tahu nuku catatan Sejarah yang sedang kutulis untuk merangkum pelajaran diambil oleh lelaki itu. Lelaki usil itu hanya menjulurkan lidahnya, lalu menaruh buku catatanku di atas mejanya. Aku memelototkan mataku padanya, lalu mulai berdiri dari kursiku.
            “KEMBALIKAN!!!” jeritku dan mulai mengerjakan saat tahu-tahu ia kembali mengambil buku catatanku dari mejanya dan berlari ke luar kelas.
            “JUNG HOSEOK!!! KEMBALIKAN!!!” jeritku lagi, berusaha menghentikannya. Tapi, lelaki usil itu terus saja berlari hingga ia masuk ke sebuah belokan. Aku mengikuti arah larinya dan masuk ke belokan itu, tapi saat aku masuk ke belokan itu, aku malah menemukan hasil yang nihil.
            Laki-laki usil itu tidak ada.
            Aku berkacak pinggang dengan napas yang terengah-engah, lalu berjalan menuju tembok yang ada di belakangku dan menyandarkan punggungku pada tembok itu—karena aku juga kelelahan.
            “Dimana pula anak itu…? Selalu saja membuatku harus terus-terusan mengejarnya karena tingkah usilnya itu… Dasar…!” keluhku, lalu menghembuskan napasku ke poniku.
            “Argh sudahlah… Lebih baik biarkan saja anak itu… Tidak mau mengakui kesalahannya sendiri…!” gumamku, lalu memajukan badanku lagi dan hendak berjalan keluar dari lorong belokan itu. Tapi, tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki dari arah kananku. Aku menolehkan kepalaku, dan mendapati lelaki itu sedang berjalan dari tempat persembunyiannya—yang ternyata adalah tumpukan kardus barang-barang sekolah yang tidak digunakan lagi.
            Ia berjalan mendekatiku yang membuat punggungku kembali mengenai tembok itu lagi dan tidak bisa pergi kemana-mana. Aku merasakan tanganku mulai berkeringat, dan keberaniannku menciut seiring makin dekatnya jarakku dengan jarak lelaki itu. Lelak itu menyeringai, lalu mengurungku dengan kedua lengannya. Aku meneguk liurku dengan susah payah sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mendongakkan kepalaku dan melihat wajah lelaki itu.
            Sangat rupawan meskipun ada sedikit wajah nakal dari keseluruhan wajahnya. Rambutnya yang sedikit berantakan membuatnya sangat keren, tapi juga memberikan kesan yang sangat nakal.
            Keseluruhannya, anak ini sangat tampan tapi anak ini adalah anak yang nakal. Siapa lagi kalau bukan sahabatku sejak kecil dan orang yang sudah sangat kusukai sejak awal.
            Jung HoSeok.
            Ia kembali menyeringai sebelum akhirnya ia membuka mulutnya saat melihatku mulai ketakutan.
            “Akhirnya kutangkap juga, _______, kucing kecilku yang paling manis…,” ucapnya, lalu mendekatkan wajahnya pada wajahku.
            “Aku mencintaimu…,” bisiknya dan menciumku.
            Aku membelalakkan mataku saat tahu-tahu bibirnya telah menempel dengan sempurna di bibirku.
            Aku tidak percaya dengan semua ini.




            Ia…, menciumku…



            Tepat di bibirku…
            “Mmh…,” desahku pelan saat ia mulai melumat bibirku lembut. Ia terus melumat bibirku dan beberapa detik kemudian ia melepaskan ciumannya. Aku masih diam terpaku di tempatku dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya padanya.
            “K…, kau…? Benar-benar—“
            “Ya, aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu, _______-ah… Kau mau jadi pacarku…?” tawarnya yang membuatku membekap mulutku sendiri; merasa terkejut, senang, dan terharu, Aku menganggukklan kepalaku, masih membekap mulutku sendiri.
            Kukira cintaku padanya yang mulai tumbuh sejak SMP sampa SMA ini cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ternyata tidak.



            Ia mencintaiku—benar-benar mencintaiku.


            Lelaki itu memelukku erat dan langsung kubalas. Ini sebuah keajaiban, kenyataan, dan bukan mimpi. Kalaupun ini hanyalah sebuah mimpi belaka, aku akan berharap dan meminta kepada orang-orang agar tidak membangunkanku dan membiarkanku untuk terjebak di dalam mimpi ini selama-lamanya.
            “Selamat datang di duniaku, _______-ah…”
¤¤¤¤¤¤
            “HoSeok!” seruku saat aku melihatnya sudah terkapar lemah di atas ranjang rumah sakit yang diberitahu oleh salah satu temannya, Min YoonGi. Memang, sudah beberapa minggu ini lelaki ini tidak masuk ke sekolah, tetapi teman-temannya tidak mau memberitahuku kenapa lelaki ini tidak masuk ke sekolah setelah akhirnya aku memaksa YoonGi untuk memberitahu kenapa dan ternyata lelaki ini sakit. Aku memaksanya memberitahu dimana rumah sakit tempat lelaki ini dirawat, dan langsung pergi ke rumah sakit ini. Di sinilah aku berada.
            Ruang inap nomor 1412.
            Lelaki itu mengalihkan pandangannya padaku, tapi kemudian ia kembali menatap kosong ke langit-langit kamar ruang inapnya. Aku langsung menghampirinya dengan tatapan khawatir.
            “Kau…, kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau memiliki—“
            “Maafkan aku, tapi aku tidak ingin membuatmu khawatir… Aku sengaja merahasiakannya darimu… Sekali lagi maafkan aku, _______-ah… Penyakit ini sudah kuketahu sejak SMP kelas 2 kemarin…, dan itu membuatku frustasi…,” jelas lelaki tu singkat dengan nada lemah dan bersalah. Kurasakan aur mataku mulai mengalir dan menggelengkan kepalaku, tidak tega jika melihatnya menderita seperti ini.



            Kanker darah.
            Semua itu menyebabkan semua kehidupannya berubah. Pelajaran, aktivitas luar dan dalam sekolah, dan masa depannya.
           

            “_______-ah…,” panggilnya dengan suara lemah. Aku mendongakkan kepalaku, air mataku masih mengalir. Ia tersenyum lemah, lalu menghapus air mataku. Aku memegang tangannya.
            “Jadilah wanita yang baik dan kuat dengan kondisi dan suasana apapun… Jika aku sudah tidak ada, jangan bersedih terus, karena masih banyak lelaki lain di seluruh Korea ini—atau mungkin di seluruh dunia ini yang lebih pantas daripada aku… Aku mencintaimu, _______-ah… Sudah dulu ya, aku ingin tidur dulu… Aku mengantuk sekali… Selamat tidur, _______...,” ucapnya, lalu menutup kedua matanya. Dan saat ia menutup kedua matanya, entah kenapa, aku merasakan ada firasat buruk yang menghinggap di diriku.
            “HoSeok…,” panggilku, mencoba untuk mengubah firasat burukku menjadi firasat baik yang menyatakan bahwa ia hanya tidur biasa dan tidak meninggalkanku. Tapi, ia tidak bangun.
            “HoSeok…!” panggilku lagi, tapi dengan suara yang agak keras. Dan ia tidak kunjung menjawab panggilanku.
            “HOSEOK!” jeritku, dan…,


            Ia tidak pernah menjawab panggilanku lagi, untuk selama-lamanya.


            Aku mulai menangis lagi, tidak menerima semua kenyataan ini. Tapi, ini benar-benar fatal, dan semua ini sudah tidak bisa diubah kembali seperti semula.
            Aku menangis sejadi-jadinya, sementara para suster dan seorang dokter pria mulai berdatangan ke ruangan ini setelah kutekan bel pemanggil darurat. Dokter pria itu memasang wajah muram setelah melihat kondisi lelaki yang telah berbaring kaku di ranjangnya tadi dan menepuk pundakku.
            “Maafkan saya, Nona… Tapi, dia sudah benar-benar meninggal dunia… Kami sudah melakukan usaha terbaik kami saat kemoterapinya, tapi sekali lagi, kami meminta maaf yang sebesar-besarnya pada Nona karena kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya…”
¤¤¤¤¤¤
            “Sudahlah, _______-ah… Kalau kau menangis terus, bagaimana bisa HoSeok beristirahat dengan tenang di dunia sana…?” ujar YoonGi, mencoba menenangkanku saat berada di pemakaman lelaki yang kucintai itu. Aku masih sesenggukan, sementara acara pemakamannya hampir dimulai.
            “Mana bisa…, aku merelakan orang yang sudah kucintai sejak SMP…? Huaaa YoonGi-ah apa yang harus kulakukan…?!” seruku tertahan, lalu kembali menangis. YoonGi hanya mengelus kepalaku.
            “Kalu lebih tidak rela yang mana saat ada yang meninggalkanmu untuk selama-lamanya? Yang telah merawat serta membesarkanmu sejak kau kecil atau yang telah kau cintai sejak SMP?”
¤¤¤¤¤¤
            “Tapi…, bagaimana bisa kau ada di sini…?” tanyaku setelah lelaki—bayangan—itu melepaskan ciumannya. Lelaki itu terdiam sejenak, lalu mulai membuka mulutnya.
            “Bisa dibilang aku diturunkan dalam bentuk bayangan ini hanya untuk emnyampaikan pesan-pesan yang belum tersampaikan padamu… Sebenarnya, waktuku kembali ke dunia ini juga tidak lama… 15 menit lagi, aku akan menghilang lagi—untuk selama-lamanya…,” jelasnya singkat yang membuatku membelalakkan mataku tidak percaya saat mendengar penjelasan singkatnya.
            “Apa…?! Kau…, kau hanya punya waktu 20 menit di dunia ini…?” tanyaku terkejut. Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya dengan berat hati.
            “Maafkan aku, _______-ah… Aku tahu, aku tidak punya banyak waktu di duna ini—baik sebagai manusia seutuhnya maupun sebagai bayangan… Tapi, aku mohon padamu…, jangan terus-terusan menangisiku dan jangan mencoba untuk membunuh dirimu sendiri… YoonGi benar, yang harus tdak kau relakan saat ada orang yang meninggalkanmu selama-lamanya adalah orang yang telah membesarkanmu sejak kecil—orang tuamu, _______-ah… Bukan aku… Boleh kau menangisiku, tap jangan sampai seperti ini… Apakah kau tidak lelah terus-terusan menangisiku…? Lelah, kan…? Makanya, aku ingin kau mencari lelaki yang lainnya, _______-ah… Aku mohon dengan sangat padamu…,” jelas lelaki itu dengan nada sedih, Aku menggelengkan kepalaku.
            “Aku tetap tidak bisa… Aku sudah mencintaimu terlalu dalam… Aku…, aku tidak bisa menyukai lelaki yang lainnya, karena…, kau selalu menguasai seluruh isi hatiku… Dan…, aku sangat ingin kau kembali menjadi manusia seutuhnya, itu satu-satunya harapanku… Kau adalah harapanku…,” ucapku pelan, tapi kemudan lelaki itu mengangkat daguku. Ia tersenyum lemah, lalu menggeleng.
            “Tidak akan pernah bisa, _______-ah… Kecuali jika kita bertemu lagi di dunia sana… Dan aku mengerti kalau aku telah menguasai seluruh isi hatimu, tapi…, kau juga harus memberikan perasaanmu pada yang lainnya… Kau mengerti, kan, _______-ah…?” tanya lelaki itu, tapi aku membisu.
            “Kau ingin melakukan semua permohonanku, kan, _______-ah…?” tambah lelaki itu. Aku mengalihkan pandanganku dari matanya ke arah kasurku, merasa tidak yakin dengan semua permohonannya padaku.
            “________-ah…?” panggilnya pelan. Aku tidak kunjung menjawabnya.
            Dan siapa sangka, waktu berputar begitu cepat. Saat aku melihat jam dinding, jam dinding itu sudah menunjukkan pukul 11:55 malam, menandakan bahwa 5 menit lagi, lelaki itu akan meninggalkanku selama-lamanya dan tidak akan pernah kembali lagi padaku.
            Aku menelan liurku susah payah, lalu menganggukkan kepalaku dengan terpaksa yang membuat senyuman lelaki itu mengembang. “Terima kasih, _______...,” ucapnya, lalu memelukku. Aku balas memeluknya erat dan melihat jam dinding kembali, dan menunjukkan hanya tersisa 2 menit lagi, ia akan pergi.
            Pats!
            Bisa kurasakan yang kupeluk tadi hanyalah seperti sebuah angin. Sedikit demi sedikit, bayangan yang kupeluk ini mulai menghilang. Ia melepaskan pelukannya dan menatapku dengan tatapan teduh—tapi tersirat sedikit tatapan sedih pada wajahnya.
            “_______-ah… Sepertinya, aku harus benar-benar pergi sekarang… Jaga dirimu baik-baik, mengerti…?” ucapnya, lalu ia mendekatkan wajahnya padaku dan menciumku.
            Ciuman terakhirku dengannya di dunia ini.
            Aku menganggukkan kepalaku, dan sedetik kemudian, yang kupeluk hanyalah diriku sendiri. Tidak ada lagi laki-laki itu. Aku memeluk tubuhku dengan erat, sementara jam dinding menunjukkan pukul 12:00 malam dan aku masih belum beranjak dari tempatku.


            “Ya… Aku akan menjaga diriku baik-baik, HoSeok… Terima kasih telah datang di duniaku selama satu tahun ini dan selamat beristirahat…”

END
a/n: hiiiing akhirnya selesei~*^3^* aaah kok aku baca FFku sendiri pasti suka ngerasain gimana-gimananyaT.T ah yang penting para readers juga menikmati FFku ini~ ppai semua~!

No comments:

Post a Comment