Title :
I Miss You So Bad, My Hope (sequel Voice Mail: J-Hope)
Casts :
Jung HoSeok, you (readers), Min YoonGi (cameo)
Genre :
Romance, sad, angst
Length :
Drabble (1.608 words)
Summary :
Dan saat ia kembali, kau mengingat semua kejadian yang kau alami saat
bersamanya di masa lalu—saat-saat bahagia dan saat-saat surammu.
Foreword :
Kkeuang~ akhirnya bikin sekuel Voice Mail~ maaf ya klo pas baca FF ini agak
bingung, soalnya alurnya campur (maju+flashback)T.T mungkin ini agak sedikit
yadong, nggak papa kan? Huehuehuehue~ happy
reading~
“Kau…
Kapan kau—mmph!” kata-kataku terputus karena tiba-tba saja ia menciumku dengan
kasar. Ia memeluk pinggangku, menyuruhku untuk mendekat padanya. Aku masih
membelalakkan mataku, tapi kelamaan aku membalasnya, dan bisa kurasakan air
mataku mengalir dari pelupuk mataku.
Aku
sangat merindukannya.
“Jangan
menangis…,” gumamnya pelan, lalu menghapus air mataku. Aku menggeleng.
“Aku
tidak bisa… Aku sangat merindukanmu…,” balasku, lalu memeluknya dan meremas
kemejanya erat. Ia menganggukkan kepalanya.
“Aku
tahu… Aku juga sangat merindukanmu, _______-ah…”
¤¤¤¤¤¤
“Heeeeei!
Aku masih menulis catatanku! HEEEEEI!!!” seruku saat tahu-tahu nuku catatan
Sejarah yang sedang kutulis untuk merangkum pelajaran diambil oleh lelaki itu. Lelaki
usil itu hanya menjulurkan lidahnya, lalu menaruh buku catatanku di atas
mejanya. Aku memelototkan mataku padanya, lalu mulai berdiri dari kursiku.
“KEMBALIKAN!!!”
jeritku dan mulai mengerjakan saat tahu-tahu ia kembali mengambil buku
catatanku dari mejanya dan berlari ke luar kelas.
“JUNG
HOSEOK!!! KEMBALIKAN!!!” jeritku lagi, berusaha menghentikannya. Tapi, lelaki
usil itu terus saja berlari hingga ia masuk ke sebuah belokan. Aku mengikuti
arah larinya dan masuk ke belokan itu, tapi saat aku masuk ke belokan itu, aku
malah menemukan hasil yang nihil.
Laki-laki
usil itu tidak ada.
Aku
berkacak pinggang dengan napas yang terengah-engah, lalu berjalan menuju tembok
yang ada di belakangku dan menyandarkan punggungku pada tembok itu—karena aku
juga kelelahan.
“Dimana
pula anak itu…? Selalu saja membuatku harus terus-terusan mengejarnya karena
tingkah usilnya itu… Dasar…!” keluhku, lalu menghembuskan napasku ke poniku.
“Argh
sudahlah… Lebih baik biarkan saja anak itu… Tidak mau mengakui kesalahannya sendiri…!”
gumamku, lalu memajukan badanku lagi dan hendak berjalan keluar dari lorong
belokan itu. Tapi, tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki dari arah
kananku. Aku menolehkan kepalaku, dan mendapati lelaki itu sedang berjalan dari
tempat persembunyiannya—yang ternyata adalah tumpukan kardus barang-barang
sekolah yang tidak digunakan lagi.
Ia
berjalan mendekatiku yang membuat punggungku kembali mengenai tembok itu lagi
dan tidak bisa pergi kemana-mana. Aku merasakan tanganku mulai berkeringat, dan
keberaniannku menciut seiring makin dekatnya jarakku dengan jarak lelaki itu.
Lelak itu menyeringai, lalu mengurungku dengan kedua lengannya. Aku meneguk
liurku dengan susah payah sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mendongakkan
kepalaku dan melihat wajah lelaki itu.
Sangat
rupawan meskipun ada sedikit wajah nakal dari keseluruhan wajahnya. Rambutnya
yang sedikit berantakan membuatnya sangat keren, tapi juga memberikan kesan
yang sangat nakal.
Keseluruhannya,
anak ini sangat tampan tapi anak ini adalah anak yang nakal. Siapa lagi kalau
bukan sahabatku sejak kecil dan orang yang sudah sangat kusukai sejak awal.
Jung
HoSeok.
Ia
kembali menyeringai sebelum akhirnya ia membuka mulutnya saat melihatku mulai
ketakutan.
“Akhirnya
kutangkap juga, _______, kucing kecilku yang paling manis…,” ucapnya, lalu
mendekatkan wajahnya pada wajahku.
“Aku
mencintaimu…,” bisiknya dan menciumku.
Aku
membelalakkan mataku saat tahu-tahu bibirnya telah menempel dengan sempurna di
bibirku.
Aku
tidak percaya dengan semua ini.
Ia…,
menciumku…
Tepat
di bibirku…
“Mmh…,”
desahku pelan saat ia mulai melumat bibirku lembut. Ia terus melumat bibirku
dan beberapa detik kemudian ia melepaskan ciumannya. Aku masih diam terpaku di
tempatku dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya padanya.
“K…,
kau…? Benar-benar—“
“Ya,
aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu, _______-ah… Kau mau jadi pacarku…?”
tawarnya yang membuatku membekap mulutku sendiri; merasa terkejut, senang, dan
terharu, Aku menganggukklan kepalaku, masih membekap mulutku sendiri.
Kukira
cintaku padanya yang mulai tumbuh sejak SMP sampa SMA ini cinta yang bertepuk
sebelah tangan. Ternyata tidak.
Ia
mencintaiku—benar-benar mencintaiku.
Lelaki
itu memelukku erat dan langsung kubalas. Ini sebuah keajaiban, kenyataan, dan
bukan mimpi. Kalaupun ini hanyalah sebuah mimpi belaka, aku akan berharap dan
meminta kepada orang-orang agar tidak membangunkanku dan membiarkanku untuk
terjebak di dalam mimpi ini selama-lamanya.
“Selamat
datang di duniaku, _______-ah…”
¤¤¤¤¤¤
“HoSeok!”
seruku saat aku melihatnya sudah terkapar lemah di atas ranjang rumah sakit
yang diberitahu oleh salah satu temannya, Min YoonGi. Memang, sudah beberapa
minggu ini lelaki ini tidak masuk ke sekolah, tetapi teman-temannya tidak mau
memberitahuku kenapa lelaki ini tidak masuk ke sekolah setelah akhirnya aku
memaksa YoonGi untuk memberitahu kenapa dan ternyata lelaki ini sakit. Aku
memaksanya memberitahu dimana rumah sakit tempat lelaki ini dirawat, dan langsung
pergi ke rumah sakit ini. Di sinilah aku berada.
Ruang
inap nomor 1412.
Lelaki
itu mengalihkan pandangannya padaku, tapi kemudian ia kembali menatap kosong ke
langit-langit kamar ruang inapnya. Aku langsung menghampirinya dengan tatapan
khawatir.
“Kau…,
kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau memiliki—“
“Maafkan
aku, tapi aku tidak ingin membuatmu khawatir… Aku sengaja merahasiakannya
darimu… Sekali lagi maafkan aku, _______-ah… Penyakit ini sudah kuketahu sejak
SMP kelas 2 kemarin…, dan itu membuatku frustasi…,” jelas lelaki tu singkat
dengan nada lemah dan bersalah. Kurasakan aur mataku mulai mengalir dan
menggelengkan kepalaku, tidak tega jika melihatnya menderita seperti ini.
Kanker
darah.
Semua
itu menyebabkan semua kehidupannya berubah. Pelajaran, aktivitas luar dan dalam
sekolah, dan masa depannya.
“_______-ah…,”
panggilnya dengan suara lemah. Aku mendongakkan kepalaku, air mataku masih
mengalir. Ia tersenyum lemah, lalu menghapus air mataku. Aku memegang
tangannya.
“Jadilah
wanita yang baik dan kuat dengan kondisi dan suasana apapun… Jika aku sudah
tidak ada, jangan bersedih terus, karena masih banyak lelaki lain di seluruh
Korea ini—atau mungkin di seluruh dunia ini yang lebih pantas daripada aku… Aku
mencintaimu, _______-ah… Sudah dulu ya, aku ingin tidur dulu… Aku mengantuk
sekali… Selamat tidur, _______...,” ucapnya, lalu menutup kedua matanya. Dan
saat ia menutup kedua matanya, entah kenapa, aku merasakan ada firasat buruk
yang menghinggap di diriku.
“HoSeok…,”
panggilku, mencoba untuk mengubah firasat burukku menjadi firasat baik yang
menyatakan bahwa ia hanya tidur biasa dan tidak meninggalkanku. Tapi, ia tidak
bangun.
“HoSeok…!”
panggilku lagi, tapi dengan suara yang agak keras. Dan ia tidak kunjung
menjawab panggilanku.
“HOSEOK!”
jeritku, dan…,
Ia
tidak pernah menjawab panggilanku lagi, untuk selama-lamanya.
Aku
mulai menangis lagi, tidak menerima semua kenyataan ini. Tapi, ini benar-benar
fatal, dan semua ini sudah tidak bisa diubah kembali seperti semula.
Aku
menangis sejadi-jadinya, sementara para suster dan seorang dokter pria mulai
berdatangan ke ruangan ini setelah kutekan bel pemanggil darurat. Dokter pria
itu memasang wajah muram setelah melihat kondisi lelaki yang telah berbaring
kaku di ranjangnya tadi dan menepuk pundakku.
“Maafkan
saya, Nona… Tapi, dia sudah benar-benar meninggal dunia… Kami sudah melakukan
usaha terbaik kami saat kemoterapinya, tapi sekali lagi, kami meminta maaf yang
sebesar-besarnya pada Nona karena kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya…”
¤¤¤¤¤¤
“Sudahlah,
_______-ah… Kalau kau menangis terus, bagaimana bisa HoSeok beristirahat dengan
tenang di dunia sana…?” ujar YoonGi, mencoba menenangkanku saat berada di
pemakaman lelaki yang kucintai itu. Aku masih sesenggukan, sementara acara pemakamannya
hampir dimulai.
“Mana
bisa…, aku merelakan orang yang sudah kucintai sejak SMP…? Huaaa YoonGi-ah apa
yang harus kulakukan…?!” seruku tertahan, lalu kembali menangis. YoonGi hanya
mengelus kepalaku.
“Kalu
lebih tidak rela yang mana saat ada yang meninggalkanmu untuk selama-lamanya?
Yang telah merawat serta membesarkanmu sejak kau kecil atau yang telah kau
cintai sejak SMP?”
¤¤¤¤¤¤
“Tapi…,
bagaimana bisa kau ada di sini…?” tanyaku setelah lelaki—bayangan—itu
melepaskan ciumannya. Lelaki itu terdiam sejenak, lalu mulai membuka mulutnya.
“Bisa
dibilang aku diturunkan dalam bentuk bayangan ini hanya untuk emnyampaikan
pesan-pesan yang belum tersampaikan padamu… Sebenarnya, waktuku kembali ke
dunia ini juga tidak lama… 15 menit lagi, aku akan menghilang lagi—untuk
selama-lamanya…,” jelasnya singkat yang membuatku membelalakkan mataku tidak
percaya saat mendengar penjelasan singkatnya.
“Apa…?!
Kau…, kau hanya punya waktu 20 menit di dunia ini…?” tanyaku terkejut. Lelaki
itu hanya menganggukkan kepalanya dengan berat hati.
“Maafkan
aku, _______-ah… Aku tahu, aku tidak punya banyak waktu di duna ini—baik
sebagai manusia seutuhnya maupun sebagai bayangan… Tapi, aku mohon padamu…,
jangan terus-terusan menangisiku dan jangan mencoba untuk membunuh dirimu
sendiri… YoonGi benar, yang harus tdak kau relakan saat ada orang yang
meninggalkanmu selama-lamanya adalah orang yang telah membesarkanmu sejak
kecil—orang tuamu, _______-ah… Bukan aku… Boleh kau menangisiku, tap jangan
sampai seperti ini… Apakah kau tidak lelah terus-terusan menangisiku…? Lelah,
kan…? Makanya, aku ingin kau mencari lelaki yang lainnya, _______-ah… Aku mohon
dengan sangat padamu…,” jelas lelaki itu dengan nada sedih, Aku menggelengkan
kepalaku.
“Aku
tetap tidak bisa… Aku sudah mencintaimu terlalu dalam… Aku…, aku tidak bisa
menyukai lelaki yang lainnya, karena…, kau selalu menguasai seluruh isi hatiku…
Dan…, aku sangat ingin kau kembali menjadi manusia seutuhnya, itu satu-satunya
harapanku… Kau adalah harapanku…,” ucapku pelan, tapi kemudan lelaki itu
mengangkat daguku. Ia tersenyum lemah, lalu menggeleng.
“Tidak
akan pernah bisa, _______-ah… Kecuali jika kita bertemu lagi di dunia sana… Dan
aku mengerti kalau aku telah menguasai seluruh isi hatimu, tapi…, kau juga
harus memberikan perasaanmu pada yang lainnya… Kau mengerti, kan, _______-ah…?”
tanya lelaki itu, tapi aku membisu.
“Kau
ingin melakukan semua permohonanku, kan, _______-ah…?” tambah lelaki itu. Aku
mengalihkan pandanganku dari matanya ke arah kasurku, merasa tidak yakin dengan
semua permohonannya padaku.
“________-ah…?”
panggilnya pelan. Aku tidak kunjung menjawabnya.
Dan
siapa sangka, waktu berputar begitu cepat. Saat aku melihat jam dinding, jam
dinding itu sudah menunjukkan pukul 11:55 malam, menandakan bahwa 5 menit lagi,
lelaki itu akan meninggalkanku selama-lamanya dan tidak akan pernah kembali
lagi padaku.
Aku
menelan liurku susah payah, lalu menganggukkan kepalaku dengan terpaksa yang
membuat senyuman lelaki itu mengembang. “Terima kasih, _______...,” ucapnya,
lalu memelukku. Aku balas memeluknya erat dan melihat jam dinding kembali, dan
menunjukkan hanya tersisa 2 menit lagi, ia akan pergi.
Pats!
Bisa
kurasakan yang kupeluk tadi hanyalah seperti sebuah angin. Sedikit demi
sedikit, bayangan yang kupeluk ini mulai menghilang. Ia melepaskan pelukannya
dan menatapku dengan tatapan teduh—tapi tersirat sedikit tatapan sedih pada
wajahnya.
“_______-ah…
Sepertinya, aku harus benar-benar pergi sekarang… Jaga dirimu baik-baik,
mengerti…?” ucapnya, lalu ia mendekatkan wajahnya padaku dan menciumku.
Ciuman
terakhirku dengannya di dunia ini.
Aku
menganggukkan kepalaku, dan sedetik kemudian, yang kupeluk hanyalah diriku
sendiri. Tidak ada lagi laki-laki itu. Aku memeluk tubuhku dengan erat,
sementara jam dinding menunjukkan pukul 12:00 malam dan aku masih belum
beranjak dari tempatku.
“Ya…
Aku akan menjaga diriku baik-baik, HoSeok… Terima kasih telah datang di duniaku
selama satu tahun ini dan selamat beristirahat…”
END
a/n: hiiiing akhirnya selesei~*^3^* aaah
kok aku baca FFku sendiri pasti suka ngerasain gimana-gimananyaT.T ah yang
penting para readers juga menikmati FFku ini~ ppai semua~!